Senin, 09 Februari 2009

Pentingnya Ilmu Dalam Pernikahan

Pernikahan adalah hal yang fitrah….. didambakan oleh setiap orang yang normal, baik itu laki-laki maupun perempuan yang sudah baligh. Dan disyariatkan oleh Islam, sebagai amalan sunnah bagi yang melaksanakannya.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala menciptakan manusia dengan rasa saling tertarik kepada lawan jenis dan saling membutuhkan, sehingga dengan itu saling mengasihi dan mencintai untuk mendapatkan ketenangan dan keturunan dalam kehidupannya. Bahkan pernikahan adalah merupakan rangkaian ibadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala yang di dalamnya banyak terdapat keutamaan dan pahala besar yang diraih oleh pasangan tersebut.

Walaupun demikian, banyak kita jumpai pada saudara-saudarai kita tealah salah menilai suatu pernikahan, bahkan di kalangan mereka tidak mengerti ilmu sekalipun.Langkah awal melakukan pernikahan didasari karena ingin lari dari suatu problem yang sedang dialami. Sebagai contoh kasus dibawah ini:

Fulanah adalah seorang muslimah, yang sudah mengkaji ilmu dien. Ia mempunyai konflik yang cukup berat dengan orang tuanya, mungkin dengan sedikitnya ilmu maka ia kurang bisa dalam bermuamalah dengan orang tuanya, atau mungkin juga karena kurang fahamnya tentang bagaimana pengalaman daripada Birrul-walidain (Berbakti kepada kedua orang tua-ed). Masalahnya ia akan dijodohkan dengan lelaki pilihan orang tuanya yang menurutnya tidak sepaham dalam hal manhaj (pemahaman). Alasan ini adalah terpuji di dalam Islam, namun cara pendekatan dan cara menolak kepada orang tuanya yang mungkinkurang baik. Keua orang tuanya mendesak terus agar ia menerima lelaki yang dianggap tepat untuk pasangan hidup anaknya. Fulanah sangat bingung, apalagi orangtuanya mulai mengancam dengan berbagai ancaman. Kebingungannya itu, ia kemukakan kepada salah seorang teman perempuannya sepengajian yang sudah nikah. Temannya itu pun dengan spontan menyarankan supaya dia menikah dengan teman suaminya. Fulanah dengan senang hati menerima usulan tersebut, sejuta harapan yang indah …. bayangkan ! Ia akan terbebas dari problem yang sedang ia hadapi dan dapat menjadi istri seseorang yang sefaham dengannya nanti … bisa ngaji sama-sama, bisa mengamalkan ilmu sama-sama. Lelaki yang dimaksudpun akhirnya merasa iba setelah mendengar cerita tentang keistiqomahan Fulanah. Dia beranggapan bahwa Fulanah lebih perlu ditolong, sekalipun cita-citanya yang menjadi taruhannya. Sebenarnya ia belum siap untuk menikah, karena sedang menimba ilmu dien bahkan baru mulai merasakan lezatnya menimba ilmu.

Singkat cerita akhirnya dengan izin Allah menikahlah mereka. Orang tuanya yang tadinya bersikeras, mengizinkan dengan ketulusan hati seorang bapak kepada putrinya, demi kebaikan anaknya. Pernikahan berlangsung dengan disaksikan oleh kedua orangtua Fulanah dan teman-temannya.

Mulanya pasangan ini kelihatan bahagia. Dengan seribu cita-cita dan angan-angan. Fulanah ingin membentuk rumah tangga yang Islami bersama suami yang akan selalu membimbing dia dan akan selalu bersama disampingnya.

Hari-hari terus berjalan sebulan-dua bulan…, mereka mulai mengetahui kelemahan masing-masing, dan mulailah timbul perasaan kecewa di hati mereka, harapan dan cita-cita tidak sesuai dengan kenyataan. Si isteri kurang mengetahui tentang hal-hal yang harus ia lakukan, misalnya ketika suami pulang dari luar rumah; ia berpenampilan seadanya, bahkan terkesan kusut dan tidak menarik. Mungkin ia menganggap suaminya orang baik yang tidak perlu memandang wanita yang berpenampilan indah dan menarik. Ini hanya satu contoh dan masih banyak hal lagi yang membuat suami kecewa. Sang suami yang sudah pernah merasakan lezatnya menimba ilmu, ingin kembali sibuk dalam majlis ilmu. Baginya duduk bersama teman-teman semajlis ilmu lebih mengasyikkan dari pada duduk bersama isteri yang “menjenuhkan”.

Fulanah yang masih kurang ilmu diennya, menilai bahwa suaminya telah menelantarkannya. Fulanah merasa tertekan melihat tingkah laku suaminya yang demikian. Tak tahu harus berbuat apa. Ia memang kurang mempunyai bekal ilmu untuk menghadapi pernikahan. Konflik rumah tangga pun terjadi. Ternyata konflik dengan orang tuanya yang dulu, lebih ringan rasanya dibanding dengan konfliknya yang sekarang. Kalau sudah seperti ini …. apa yang ingin ia lakukan? Cerai … dan kembali ke orang tua ? …. wal’iyadzubillah, bukan hal yang mudah !

Sesungguhnya kasus yang terjadi di atas banyak kita jumpai di kalangan muslim dan muslimah yang tanpa pikir panjang dan tanpa persiapan apa-apa dalam langkahnya menuju nikah. Bahkan ada problem rumah tangga yang lebih parah lagi akibat dari pernikahan yang tanpa dilandasi oleh ilmu dien, amalan dan ketaqwaan. Misalnya ada kemaksiatan yang terjadi di dalam rumah tangga tersebut ; suami menyeleweng atau sebaliknya, yang membuat rumah tangga menjadi runyam berantakan. Nikah yang katanya untuk mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan serta untuk mewujudkan cita-cita yang indah dan mulia, menjadi sebaliknya. Akhirnya keluarga dan anak-anak yang akan jadi korban kecerobohan karena faktor ketergesaan.

Memang untuk mendapatkan keluarga sakinah seperti yang dicita-citakan setiap muslim dan muslimah, tidak semudah yang dibayangkan. Ternyata pemahaman ilmu dien yang cukup dari masing-masing pihak memegang peran penting untuk mewujudkan cita-cita tersebut, mengingat dalam rumah tangga banyak permasalahan yang akan timbul. Seperti bagaimana memenuhi hak dan kewajiban suami-istri, apa tugas masing-masing dan bagaimana cara mendidik anak. Bagaimana mungkin jika tidak kita persiapkan sebelumnya? Disinilah salah satu hikmah diwajibkannya bagi setiap muslim untuk mencari ilmu.

Pentingnya Ilmu

Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh sekelompok shahabat di antaranya Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu :

“Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim”
(HR. Ahmad dalam Al’Ilal, berkata Al Hafidz Al Mizzi; hadits hasan. Lihat Jami’ Bayan Al-Ilmi wa Fadhlihi, ta’lif Ibnu Abdil Baar, tahqiq Abi Al Asybal Az Zuhri, yang membahas panjang lebar tentang derajat hadits ini)

Ilmu yang demaksud di atas adalah ilmu dien yaitu pengenalan petunjuk dengan dalilnya yang memberi manfaat bagi siapa pun yang mengenalnya.

Kita harus berilmu agar selamat hidup di dunia dan di akhirat. Karena dengan berilmu kita akan tahu mana yang diperintahkan oleh Allah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan mana yang dilarang, atau mana yang disunnahkan oleh Rasul-Nya dan mana yang tidak sesuai dengan sunnah (bid’ah).

Dengan ilmu kita tahu tentang hukum halal dan haram, kita mengetahui makna kehidupan dunia ini dan kehidupan setelah kematian yaitu alam kubur, kita tahu kedahsyatan Mahsyar dan keadaan hari kiamat serta kenikmatan jannah dan kengerian neraka, dan lain sebagainya.

Dengan ilmu dapat mendatangkan rasa takut kepada Allah Ta’ala, karena sungguh Dia Yang Maha Mulia telah berfirman :

“Sesungghnya yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya adalah orang yang berilmu (ulama).” (QS. Fathir : 28)

Dengan rasa takut kepada Allah ta’ala amalan yang kita lakukan ada kontrolnya, dibenci atau diridhai oleh Allah ta’ala.

Imam Ahmad berkata :
“Asalnya ilmu adalah takut (takwa) kepada Allah Ta’ala” (Lihat Hilyah Thalibul ‘Ilmi, ta’lif Bakr bin Abdillah Abu Zaid, hal. 13)

Orang yang berilmu akan tahu betapa berat siksa Allah sehingga ia takut berbuat maksiat kepada Allah. Ilmu juga membuat orang tahu betapa besar rahmat Allah Ta’ala sehingga dalam beramal ia selalu mengharap ridha-Nya semata.

Perlu diingat bahwa bukanlah yang dimaksud dengan orang berilmu itu adalah orang yang memiliki banyak kitab atau riwayat yang diketahui, tapi yang dinamakan berilmu apabila orang tersebut memahami apa yang disampaikan kepadanya dari ilmu-ilmu tersebut dan mengamalkannya. (Lihat Syarhus Sunnah oleh Al Imam Al Barbahari)

Ilmu merupakan obat bagi hati yang sakit dan merupakan hal yang paling penting bagi setiap manusia setelah mengenal diennya. Sehingga dengan mengenal ilmu dan mengamalkannya akan menjadi sebab bagi setiap hamba untuk masuk jannah-Nya Allah Ta’ala dan bila jahil terhadap ilmu bisa menyebabkan ia masuk neraka.

Ilmu adalah warisan dari para Nabi dan merupakan cahaya hati, setinggi-tinggi derajatnya di antara manusia dan sedekatnya-sedekatNya manusia kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah ta’ala :

“… Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat….” (Al Mujaadilah : 11)

Kebutuhan seorang hamba akan ilmu dien ini, melebihij kebutuhan akan makan dan minum sampai digambarkan bahwa kebutuhan ilmu itu sama seperti manusia membutuhkan udara untuk bernapas.

Ilmu Sebagai Landasan Untuk Membentuk Rumah Tangga

Karena nikah merupakan amalan yang sangat mulia di sisi Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan merupakan rangkaian dari ibadah, maka menikah dalam Islam bukan hanya untuk bersenang-senang atau mencari kepuasan kebutuhan biologis semata. Akan tetapi seharusnyalah pernikahan dilakukan untuk menimba masyarakat kecil yang shalih yaitu rumah tangga dan masyarakat luas yang shalih pula sesuai dengan Al-Qur’an dan As Sunnah menurut pemahaman As Shalafus Shalih.

Perlu diketahui bahwa sesungguhnya pasangan suami isteri dalam kehidupan berumah tangga akan menghadapi banyak problem dan untuk mengatasinya perlu ilmu. Dengan ilmu, pasangan suami istri tahu apa tujuan yang akan dicapai dalam sebuah pernikahan yaitu untuk beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala, dan dalam rangka mencari ridha-Nya semata.

Di samping itu juga dengan ilmu sepasang suami-istri sama-sama mengetahui hak dan kewajibannya. Sehingga jalannya bahtera rumah tangga akan harmonis dan baik.

Suami dan istri juga diamanahi Rabb-Nya untuk mendidik anak keturunannya agar menjadi generasi Rabbani yang tunduk pada Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman salaful ummah. Agar keturunan yang terlahir dari pernikahan tersebut tumbuh di atas dasar pemahaman, dasar-dasar pendidikan imand dan ajaran Islam sejak kecil sampai dewasanya. Sungguh … ini merupakan tugas yang berat dan tentu saja butuh butuh ilmu.

Dari sinilah terlihat betapa pentingnya ilmu sebagai bekal bagi kehidupan rumah tangga muslim.

Tarbiyah Dalam Rumah Tangga

Dalam rumah tangga, suami merupakan tonggak keluarganya, pemimpin yang menegakkan urusan anak dan istrinya.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman :

“Kaum laki-laki itu adalah pemipin bagi kaum wanita …” (An Nisaa : 34)

salah satu tugas suami sebagai qawwam adalah meluruskan keluarganya dari penyimpangan terhadap al-haq dan mengenalkan al-haq itu sendiri. Seharusnyalah seorang suami menyediakan waktunya yang terdiri dari 24 jam untuk mentarbiyah keluarganya yang dimulai dengan istri untuk dipersiapkan sebagai madrasah bagi keturunannya. Tumbuhkan kecintaan terhadap ilmu di hati istri (syukur kalau memang sejak sebelum nikah si istri sudah mencintai ilmu) agar kelak ia dapat mendidik anak-anaknya untuk mencintai ilmu dan beramal dengannya.

Walaupun Islam telah menetapkan bahwa memberikan pengajaran, mendidik dan mengarahkan istri merupakan salah satu kewajiban suami namun sangat disayangkan masih banyak kita jumpai suami yang melalaikan dan menggampangkan hal ini. Atau si suami merasa cukup dengan pengetahuan dien yang minim dari sang istri sehingga menganggap tidak perlu menyediakan waktu untuk mendidik dan memberikan nasehat. Mungkin kasus ini seperti ini tidak hanya kita jumpai di kalangan orang yang awam bahkan di kalangan du’at (para da’i). Kita lihat mereka sibuk mengurusi da’wah di luar rumah, sementara istrinya di rumah tidak sempat didakwahi. Akibatnya si istri tidak ngerti thaharah yang benar, shalat yang sesuai sunnah, mana tauhid mana syirik dan lain-lain (mungkin kalau si istri sebelum menikah sudah mempunyai ilmu, hal tersebut tidak menjadi masalah, tapi bagaimana kalau istrinya masih jahil ?) Sungguh hal ini perlu menjadi perhatian bagi para suami.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman :

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu ….” (QS. At-Tahrim : 6)

Berkata Imam Ali Radiyallahu ‘anhu juga Mujahid dan Qatadah dalam menafsirkan ayat diatas: “Jaga diri kalian dengan amal-amal kalian dan jaga keluarga kalian dengan nasehat kalian”

Dan sesungguhnya penjagaan itu tidak akan sempurna kecuali dengan iman dan amal yang baik setelah berupaya menjauhi syirik dan perbuatan maksiat. Semuanya ini menuntut adanya ilmu dan persiapan diri untuk mengamalkan apa yang telah diketahui (Lihat Aysaru At-Tafasir li Kalami Al-’Aliyul Kabir juz 5, hal. 387, ta’lif Abu Bakar Jabir Al Jazairi)

Berkata Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya: “Karena itu wajib bagi kaum laki-laki (suami) untuk memperbaiki dirinya dengan ketaatan dan memperbaiki isterinya dengan perbaikan seorang pemimpin atas apa yang dipimpinnya. Dalam hadits yang shahih Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanyai tentang apa yang dipimpinnya. Imam merupakan pemimpin manusia dan ia akan ditanyai tentangnya dan laki-laki (suami) adalah pemimpin keluarganya dan akan ditanyai tentangnya.”

Al Qusyairi menyebutkan dari Umar Radiyallahu ‘anhu yang berkata tatkala turun ayat dalam surat At Tahrim di atas: “Wahai Rasulullah, kami menjaga diri kami, maka bagaimanakah cara kami untuk menjaga keluarga kami ?” Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Kalian larang mereka dari apa-apa yang Allah larang pada kalian untuk melakukannya dan perintahkan mereka dengan apa yang Allah perintahkan.”

Berkata Muqatil: “Yang demikian itu wajib atasnya untuk dirinya sendiri, anaknya, istrinya, budak laki-laki dan perempuannya.”

Berkata Al-Kiyaa: “Maka wajib atas kita untuk mengajari anak dan istri kita akan ilmu agama, kebaikan serta adab.” (Lihat Tafsir Al Qurthubi juz 8, hal. 6674-6675).

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam sebagai teladan yang termulia menyempatkan waktu untuk mengajari istrinya sehingga kita bisa mendengar atau membaca bagaimana kefaqihan ummul mu’minin ‘Aisyah Radiyallahu ‘anha.

Para shahabat beliau Radiyallahu ‘anhum, tatkala tatkala turun ayat ke 31 surat An Nur :

… Dan hendaklah mereka (wanita yang beriman) menutupkan kain kudung ke dadanya … (An Nur : 31)

Mereka pulang menemui istri-istrinya dan membacakan firman Allah di atas, maka bersegeralah istri-istri mereka melaksanakan apa yang Allah perintahkan (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz 3 hal. 284)

Ini merupakan contoh bagaimana suami menyampaikan kembali kepada istrinya dari ilmu yang telah didapatkannya di majlis ilmu, sudah seharusnya menjadi panutan bagi kita.

Sebagai penutup, kami himbau kepada mereka yang ingin menikah atau sudah menikah agar tidak mengabaikan ilmu, dan berupaya memilih pasangan yang cinta akan ilmu agar kelak anak turunan juga dididik dalam suasana kecintaan akan ilmu.

Wallahu a’lam

Sumber : Muslimah/Edisi XVII/Muharram/1418/1997

KISTA MANDIBULA DAN TUMOR ODONTOGENIK

KISTA MANDIBULA DAN TUMOR ODONTOGENIK




PENDAHULUAN
Lesi radiolusen yang multipel atau lesi campuran radiolusen/radiopak pada mandibula dapat muncul sebagai suatu temuan yang tidak disengaja pada radiograf atau sebagai keluhan utama dari pasien. Artikel ini tidak dimaksudkan menjadi suatu diskusi yang mencakup secara keseluruhan dari beberapa lesi, tetapi dibatasi pada suatu rangkuman kista odontogenik yang utama dan tumor dengan suatu diskusi singkat dari lesi mandibula lainnya yang seringkali disebut kista tetapi bukan lesi kista yang sebenarnya.
Meskipun seringkali tampak dalam gambaran radiografi yang serupa, tumor ganas (primer dan metastase), tumor salivari yang jinak, dan lesi vaskular tidak dibahas disini. Bagaimanapun, beberapa lesi sebaiknya dimasukkan kedalam diagnosa yang berbeda pada seorang pasien yang memperlihatkan adanya radiolusensi mandibula dan pembengkakan. Sebagai kesimpulan, sebelum biopsi beberapa lesi, daerah tersebut harus diaspirasi untuk mengeluakannya dari diagnosa sebagai suatu lesi vaskular.


KISTA MANDIBULA ODONTOGENIK
Kista odontogenik didefinisikan sebagai suatu struktur dengan garis epitelial yang diperoleh dari epitel odontogenik. Kebanyakan kista odontogenik didefinisikan lebih berdasarkan pada lokasinya dibandingkan pada karakteristik histologinya. Maka, ahli bedah harus memberikan kepada ahli patologis suatu riwayat dan gambaran radiograf yang tepat ketika mengajukan contoh specimen untuk diuji.

Kista periapikal
Suatu kista periapikal (radikuler) merupakan kista odontogenik yang paling umum. Etiologi umumnya adalah sebuah gigi yang menjadi terinfeksi, memicu nekrosis pulpa. Toksin keluar dari akar gigi, memicu inflamasi periapikal. Inflamasi ini merangsang sisa epitel Malassez yang ditemukan dalam ligament periodontal, menghasilkan pembentukan granuloma periapikal yang bias jadi menginfeksi ataupun steril. Secepatnya, epitelium ini berlanjut menjadi nekrosis disebabkan oleh berkurangnya asupan darah, dan granuloma berkembang menjadi kista. Lesi umumnya tidak dapat terdeteksi secara klinis jika masih kecil tetapi paling sering ditemukan sebagai suatu temuan yang insidental atau tidak disengaja pada pemeriksaan radiografi.
Secara radiografi, perbedaan antara suatu granuloma dan kista adalah tidak mungkin, meskipun beberapa orang mengatakan bahwa jika lesi yang sangat besar lebih dicurigai menjadi kista. Keduanya muncul dengan gambaran lesi radiolusen dalam hubungannya dengan akar gigi nonvital. Adakalanya. Lesi ini dapat menjadi sangat besar karena mereka tumbuh sebagai respon terhadap tekanan. Bagaimanapun, granuloma dan kista bukanlah suatu neoplastik.
Secara makroskopik, epitelium merupakan suatu epitelium skuamos stratified nondeskrip tanpa pembentukan keratin. Perubahan peradangan dapat diamati pada dinding kista, dan perubahan ini, pada gilirannya dapat menyebabkan perubahan epitelial (misalnya; ulserasi, atropi, dan hyperplasia). Terutama lesi yang terkena inflamasi, dapat muncul celah kolesterol dan/atau makrofage berbusa.
Beberapa pilihan perawatan yang ada untuk beberapa kista. Kebanyakan kista dapat diatasi dengan terapi endodontik dari gigi yang terlibat. Lesi-lesi ini harus pantau secara radiografi untuk memastikan pemecahannya. Lesi yang gagal untuk diatasi dengan beberapa terapi harus diangkat melalui pembedahan dan diperiksa secara histopatologi. Meskipun kista ini terbentuk dari suatu sisa epitel yang matang dan memiliki potensi yang relatif untuk bertumbuh, kadang-kadang suatu karsinoma sel skuamos dapat muncul de novo dalam suatu kista radikuler, oleh karena itu dianjurkann untuk pemeriksaan histopatologi ari semua jaringan yang diangkat.

Kista dentigerous
Kista odontogenik paling sering kedua adalah kista dentigerous, yang berkembang dalam folikel dental yang normal dan mengelilingi gigi yang tidak erupsi. Kista dentigerous diperkirakan tidak menjadi neoplastik. Lebih sering ditemukan dalam daerah dimana terdapat gigi yang tidak erupsi, yaitu gigi molar ketiga rahang bawah, molar ketiga rahang atas dan kaninus rahang atas dengan penurunan frekuensi mulai dari molar ketiga rahang bawah hingga kaninus rahang atas. Kista ini dapat tumbuh sangat besar dan dapat menggerakkan gigi, tetapi, lebih umumnya, kista ini relatif kecil. Kebanyakan kista dentigerus tidak memberikan gejala, dan penemuannya biasanya meerupakan suatu temuan insidental pada gambaran radiografi.
Penampakan radiografi biasanya adalah suatu lesi radiolusen yang terdermakasi dengan baik menyerang pada sudut akut dari daerah serfikal suatu gigi yang tidak erupsi. Tepi lesi dapat radiopak. Perbedaan gambaran radiografi antara kista dentigerous dan folikel dental normal selalu didasarkan pada ukurannya.
Bagaimanapun, secara histologi, suatu perbedaan selain dari ukurannya telah ditemukan. Folikel gigi secara normal dibatasi oleh berkurangya epitel enamel, jika kista dentigerous dibatasi oleh suatu epitelium skuamos stratified tidak terkeratinisasi. Kalsifikasi distropik dan suatu kelompok sel mukous dapat ditemukan dalam kista.
Kista dentigerous berkembang dari epitel folikular dan epitelium folikular memiliki suatu potensi yang besar untuk bertumbuh, berdiferensiasi dan berdegenerasi dibandingkan dengan epitrlium dari kista radikuler. Kadangkala, lesi yang lebih merugikan lainnya muncul dalam dinding kista dentigerous, termasuk karsinoma epidermoid yang muncul dari sel mukosa didalam dinding kista, ameloblastoma (lihat tumor odontogenik; 17% ameloblastoma muncul dalam sebuah kista dentigerous), dan karsinoma sel skuamous. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, kista dentigerous juga dapat menjadi sangat besar dan dapat memberikan risiko fraktur rahang patologis kepada pasien.
Temuan ini berisikan paling banyak alasan medis untuk pengangkatan gigi molar ketiga yang impaksi dengan radiolusensi perikoronal, bagaimanapun, gigi yang impaksi dengan radiolusensi perikoronal yang kecil (dengan kesan adanya folikel gigi yang normal dibandingkan kista dentigerous) juga dapat diamati dengan pemeriksaan radiografi secara berseri. Peningkatan ukuran lesi harus dilakukan pengangkatan dan pemeriksaan histopatologi yang tepat. Beberapa lesi yang tampak lebih besar dibandingkan folikel gigi normal mengindikasikan pengangkatan dan pemeriksaan histopatologi.

Kista primordial
Sesuai dengan definisinya, kista primordial tumbuh sebagai pengganti gigi. Kiranya, bentuk folikel gigi dan sesudah itu berlanjut menjadi degenerasi kista bahkan tanpa odontogenesis yang sempurna. Hal ini merupakan kista odontogenik yang jarang, dan bakal lesi sebagai kista primordial dapat menandakan kista residual. Histologi dari lesi ini merupakan epitelium skuamous stratified nondeskrip. Riwayat gigi yang lengkap penting untuk menetapkan diagnosa kista primordial (dibandingkan kista residual), meskipun beberapa diagnosa sering memiliki makna klinis yang kecil dalam hubungannya dengan perencanaan perawatan dan pembuatan keputusan.

Kista residual
Kista residual adalah istilah yang sesuai karena tidak ada gigi yang tertinggal dimana dapat mengidentifikasikan lesi. Paling umum, hal ini merupakan sisa dari kista periapikal dari gigi yng telah dicabut. Histologinya merupakan epitelium skuamous stratified nondeskrip.

Kista periodontal lateral
Nama kista periodontal lateral merupakan suatu istilah yang tidak cocok. Kista ini bukan merupakan peradangan, kista ini tidak muncul dari periodontitis dan bukan suatu fenomena yang dihubungkan dengan saluran lateral dalam struktur gigi. Kista ini selalu terdermakasi dengan baik, relatif kecil, dan radiolusen (kadang-kadang dengan akar yang radiopak). Lesi ini umumnya dihubungkan dengan daerah premolar dan molar dan kadang ditemukan pada daerah anterior rahang atas. Kista ini biasanya tidak tampak secara klinis tetapi terdeteksi pada pemeriksaan radiografi. Kista ini memiliki suatu histologi yang berbeda teriri dari dinding kista noninflamasi fibrous yang tebal, dan batas epitelium terbuat dari sel kubus yang tipis. Tepi ini tidak sempurna dan mudah terkelupas dengan gambaran penebalan sel bersih pada interval berkala. Kista ini tumbuh dari lamina gigi postfungsional dan tidak ada penjelasan yang baik diketahui untuk lokalisasi yang ditunjukkan.

Kista gingiva dari neonatal
Kista gingiva pada neonatal umumnya terjadi secara multipel tetapi kadang-kadang terjadi sebagai nodul yang soliter. Kista ini bertempat pada ridge alveolar pada neonatal atau bayi muda. Struktur ini berawal dari sisa lamina gigi dan terletak dalam corium dibawah permukaan epitelium. Kadang-kadang, kista ini dapat menjadi cukup besar sehingga dapat tercatat secara klinis sebagai pembengkakan berwarna putih yang terpisah pada ridge. Kista ini umumnya tidak bergejala dan tidak menimbulkan rasa tidak nyaman bagi bayi.
Nodul Bohn dan mutiara Epstein (Epstein pearl) adalah dua jenis lesi yang mirip dengan kista gingiva yang kadang-kadang membingungkan, bagaimanapun, lokasi dan etiologi dari lesi ini agak berbeda. Epstein pearl adalah nodul kistik yang berisi keratin yang ditemukan sepanjang raphe midpalatina dan sedikit berasal dari sisa epitelial yang terjerat sepanjang garis peleburan. Nodul Bohn adalah kista berisi keratin yang menyebar pada seluruh palatum, tetapi kista ini umumnya tampak pada hubungan antara palatum keras dan palatum lunak. Kista ini sepertinya berasal dari struktur glandula salivary palatal.
Secara histologi, kista gingiva pada neonatal adalah kista sejati dengan suatu tepi epitelial yang tipis. Lumen biasanya terisi dengan keratin tetapi dapat terdiri dari beberapa sel radang, kalsifikasi distropik, dan hyaline body, seperti yang umumnya ditemukan pada kista dentigerous.
Tidak ada perawatan yang diperlukan untuk lesi ini, yang mana biasanya lenyap dengan pembukaan ke permukaan mukosa atau melalui gangguan erupsi gigi. Kista ini seperti kebanyakan yang dijelaskan dalam literatur lama sebagai geligi predesidui.

Kista gingiva pada orang dewasa
Kista gingiva pada orang dewasa hanya ditemukan pada jaringan lunak pada daerah premolar bawah. Kista ini muncul sebagai lesi yang meregang, fluktuan, vesikular dan berbentuk bulla. Secara histologi, kista ini terlihat seperti kista periodontal lateral, dan kista ini kemungkinan memiliki gambaran lesi yang sama jika ditemukan pada jaringan lunak.

Keratosis odontogenik
Keratosis odontgenik (OKC) adalah kista odontogenik yang paling penting. Kista ini dapat memiliki beberapa gambaran klinis; memiliki penampakan yang sangat besar, dan diagnosanya adalah dengan pemeriksaan histologi. Lesi ini berbeda dari kista lainnya; kista ini agresif dan dapat menjadi sulit untuk diangkat. Keratosis odontogenik dapat tumbuh sangat cepat, dan seringkali rekuren. Kista ini merupakan kista odontogenik terbanyak ketiga dan termasuk dalam diagnosa banding beberapa radiolusensi pada rahang. Meskipun 40% dari OKC ini tampak berhubungan dengan dentigerous, 9% kista dentigerous adalah OKC jika dilakukan pemeriksaan histologi. Kista ini juga ditemukan sebagai bagian dari sindrom nevus sel basal (basal cell nevus syndrome), yang juga diketahui sebagai sindrom Gorlin (lihat Basal cell nevus syndrome)
Secara histologi, kista ini terbentuk dengan suatu epitelium skuamous stratified yang memproduksi ortokeratin (10%), parakeratin (83%), atau kedua jenis keratin (7%). Garis epitelial menunjukkan gambaran yang berombak-ombak jika dilihat dibawah mikroskop. Ditemukan suatu lapisan basal hiperkromatik yang terpolarisasi dengan baik, dan sel-sel tersebut menyisakan basaloid hampir ke permukaan. Tidak ditemukan adanya ridge yang terselubung, oleh karena itu, epitelium seringkali terkelupas dari jaringan penghubung (94% dari waktunya). Epitelium ini tipis, dan sering ditemukan adanya aktivitas mitotik, oleh karena itu, OKC tumbuh dalam cara neoplastik dan bukan sebagai respon terhadap tekanan dari dalam. Lumen sering diisi dengan bahan seperti keju yang berbau busuk yang bukan merupakan pus tetapi melainkan kumpulan keratin yang terdegenerasi.
Lesi bertumbuh dalam cara multilocular bosselate dengan anak kista yang meluas kesekeliling tulang. Karena hubungannya tersebut, kecenderungan untuk rekuren menjadi tinggi, khususnya jika perawatan bedah yang asli tidak menghasilkan pengangkatan lesi secara menyeluruh. Enukleasi dengan ostektomi peripheral dan/atau cryosurgery merupakan bentuk perawatan yang paling umum. Follow-up radiografi jangka panjang sangat perlu untuk dilakukan. Jika lesi ini dibiarkan tanpa perawatan, lesi ini dapat menjadi sangat besar dan merusak secara lokal.
Jenis OKC yang berbeda yaitu yang hanya memproduksi ortokeratin memiliki aktifitas yang berbeda dibandingkan dengan jenis OKC lainnya. Kista ini hampir selalu ditemukan sehubungan dengan dentigerous, biasanya mengelilingi molar ketiga rahang bawah, dan biasanya kurang agresif dibandingkan jenis lainnya. Jenis ini tidak memiliki lapisan basal hiperkromatik, nyatanya, lapisan basalnya rata. Jenis ini tidak dihubungkan dengan sindrom nevus sel basal.

Sindrom nevus sel basal
Gejalanya sangat kompleks termasuk hypertelorisme, midface hypoplasia, relatif frontal bossing dan prognatisme, retardasi mental, schizophrenia, karsinoma sel basal yang multipel, kalsifikasi dari falx serebri, bifid rib, telapak tangan yang berbintik-bintik (bintik-bintik tersebut kemudian berkembang menjadi karsinoma sel basal), dan OKC yang multipel. OKC multipel merupakan diagnosa untuk sindrom nevus sel basal sampai terbukti jika tidak. Hal ini merupakan penyakit herediter dengan autosomal dominan yang diwariskan dan penetrasi yang tinggi. Pada pasien dengan OKC, 5% memiliki sindrom nevus sel basal. Identifikasi dini pada pasien ini dan lesinya merupakan kunci untuk meningkatkan ketahanan jangka panjang dan memperbaiki kualitas hidupnya.


KISTA MANDIBULA NON ODONTOGENIK

Kista tulang Stafne
Kista tulang Stafne (Stafne bone cyst) adalah bentuk yang tidak lazim dari kelainan pada jaringan glandula salivarius dimana suatu perkembangan termasuk jaringan glandula ditemukan didalamnya atau lebih umumya, berdekatan dengan permukaan lingual rahang bawah dalam tekanan yang dalam dan berbatas jelas. Penjelasan tertua mengenai terjadinya fenomena ini adalah dalam suatu tengkorak yang tercatat pada abad 6 hingga 4 Sebelum Masehi. Fenomena ini pertama kali dikenali oleh Stafne pada tahun 1942, sehingga dinamakan seperti namanya. Bagaimanapun, kista ini telah ditunjukkan dengan berbagai nama, seperti kavitas tulang static, defek manibula, kavitas tulang mandibula bagian lingual, kista tulang static, kista ulang laten, dan defek tulang Stafne. Insiden terjadinya telah dilaporkan berkisar pada 0,1% sampai 1,3% dalam berbagai penelitian. Kesepakatan secara umum adalah bahwa kista ini merupakan defek kongenital, tetapi hal ini jarang ditemukan pada anak-anak. Lesi ini secara umum lebih dianggap merupakan suatu proses pertumbuhan dibandingkan defek patologis. Tampak suatu kecenderungan yang lebih besar pada laki-laki dibandingkan pada perempuan.
Secara radiografi, lesi umumnya tampak sebagai suatu radiolusensi yang berbentuk oval dan berlokasi diantara saluran alveolar inferior dan tepi inferior dari mandibula pada regio molar ketiga dan kedua. Kista ini dapat dibedakan dari kista tulang hemoragik atau traumatik, yang lokasinya hampir hanya terdapat pada saluran alveolar superior hingga inferior saja.
Meskipun kista Stafne klasik yang dijelaskan dalam mandibula posterior, terdapat suatu jenis pada anterior yang tampak sebagai suatu radiolusensi yang bulat atau oval pada daerah diantara insisivus sentral dan premolar pertama, tetapi hal ini kurang lazim.
Lesi ini secara umum menunjukkan anomali pertumbuhan yang jinak dan tidak membutuhkan perawatan apapun. Suatu komplikasi jarang dilaporkan dalam literatur yang merupakan pertumbuhan dari neoplasma sejati glandula salivary dalam jaringan yang dihubungkan dengan satu dari defek kortikal. Untuk itu, kita harus bijaksana dalam pencatatan temuan lesi ini dan observasi secara berkala pada gambaran radiografi. Perubahan klinis atau radiografik dapat mengindikasikan dibutuhkannya penyelidikan yang lebih lanjut.

Kista tulang traumatik
Kista tulang traumatik juga dikenal sebagai kista tulang soliter, kista hemoragik, kista ekstravasasi, kista tulang unicameral, kista tulang sederhana, dan kavitas tulang idiopatik.
Kista tulang traumatik secara relatif merupakan lesi yang sering terdapat pada rahang dan bagian lain dari tulang. Etiologi khusus dari lesi ini tidak diketahui, meskipun telah diajukan beberapa mekanisme. Mekanisme yang paling diterima secara luas adalah lesi ini berasal dari perdarahan intramedulari yang disebabkan oleh trauma. Dalam kasus ini, kegagalan pembentukan bekuan darah terjadi dilanjutkan dengan degenerasi berikutnya dari bekuan tersebut, akhirnya menyebabkan suatu kavitas tulang yang kosong. Drainase vena yang terbatas menyebabkan peningkatan edema, yang mana pada gilirannya menyebabkan resorpsi yang berlanjut pada trabekula dan terjadi perluasan lesi. Perluasan lesi cenderung berhenti jika telah mencapai tulang kortikal, oleh karena itu lesi ini tidak dicirikan dengan adanya perluasan kearah kortikal. Selain daripada itu, kista ini biasanya ditemukan secara insidental pada gambaran radiografi yang diambil untuk tujuan lainnya. Bagaimanapun, tidak umum bagi pasien jika tidak mampu untuk mengingat adanya trauma yang terjadi pada rahangnya.
Lesi ini umumnya ditemukan pada orang yang lebih muda (umur median: 18 tahun), rasio insiden pada laki-laki dibandingkan perempuan adalah 3:2. Lesi ini kadangkala dilaporkan terjadi pada rahang atas tetapi jauh lebih lazim terjadi di rahang bawah. Jika kavitas dibuka dengan pembedahan, lesi ini umumnya kosong atau terisi dengan cairan berwarna kekuning-kuningan dalam jumlah yang sedikit. Adanya bekuan nekrotik dan pecahan fibrous jaringan penghubung telah dilaporkan kurang lazim terjadi. Secara histologi, kista ini dapat memiliki tepi membran jaringan penghubung yang tipis atau tanpa tepi sama sekali.
Secara radiografik, lesi ini cenderung tampak sebagai suatu radiolusensi dengan garis batas yang halus yang berlekuk-lekuk mengelilingi akar gigi. Lesi ini tidak merubah letak gigi atau mengganggu gigi, dan lamina dura dibiarkan tetap intak. Lesi ini dapat berukuran mulai dari sangat kecil (<1 cm) hinnga sangat besar (melibatkan sebagian besar mandibula). Lesi ini cenderung terjadi diatas kanal alveolaris inferior.
Lesi ini biasanya diperiksa memalui pembedahan untuk menegakkan diagnosa, yang mana pembedahan ini dibuat berdasarkan adanya temuan kavitas yang kosong. Tidak dibutuhkan perawatan selanjutnya karena pembedahan menyebabkan kavitas terisi dengan darah. Jaringan lunak tertutup, dan lesi cenderung untuk sembuh tanpa intervensi lebih lanjut. Suatu keadaan ekstrim yang jarang terjadi pada beberapa lesi yang menyerang pasien lebih tua menandakan bahwa lesi ini mungkin memiliki keterbatasan sendiri dan/atau subjek untuk resolusi seiring waktu.

Defek sumsum tulang osteoporotik fokal
Sumsum tulang dapat dirangsang dalam merespon permintaan yang tidak lazim terhadap peningkatan produksi sel darah. Sumsum hiperplastik ini dapat muncul sebagai sumber radiolusensi dalam rahang. Lesi pada rahang, 75% dilaporkan terjadi pada pasien perempuan dan 85% dari lesi rahang ini ditemukan di rahang bawah. Lesi tersebut hampir selalu tidak bergejala dan ditemukan secara insidental pada gambaran radiografi yang diambil untuk indikasi lain.
Secara radiografi, lesi ini muncul sebagai radiolusensi yang tidak jelas dengan ukuran yang beragam, lebih umum ditemukan pada daerah edentulous. Hal ini menggambarkan dalam beberapa kasus, lesi tersebut melambangkan kegagalan regenerasi tulang yang normal setelah ekstraksi gigi. Secara histologi, jaringan pada daerah ini utamanya tersusun atas sumsum merah, sumsum kuning, atau kombinasi keduanya dengan trabekula tipis yang tidak teratur dan panjang yang hilang pada lapisan osteoblastik.
Gambaran radiografik lesi ini tidak pathognomonic, oleh karena itu, lesi ini biasanya didiagnosa melalui pembedahan. Sekali didiagnosa, lesi ini selanjutnya tidak membutuhkan perawatan khusus, meskipun demikian, jika etiologi untuk peningkatan kebutuhan hematopotik tidak diketahui, maka dibutuhkan suatu penyelidikan lebih lanjut.

Kista tulang aneurismal
Pada tahun 1942, Jaffe dan Lichenststein pertama kali mengelompokkan kista tulang aneurismal sebagai suatu lesi yang berbeda, hal ini bukan merupakan kista atau aneurismal (pembengkakan pembuluh darah). Hal ini tidak dilaporkan terdapat pada rahang hingga tahun 1958, dan meskipun demikian banyak teori yang menjelaskannya, tetapi etiologi dan patogonesisnya masih belum diketahui. Mekanisme pembentukan kista tulang anerismal mencakup perubahan hemodinamik lokal yang menyebabkan tidak terisinya vena secara penuh, resorpsi, dan pemindahan dengan jaringan penghubung dan osteoid; usaha yang sia-sia pada perbaikan hematoma (contohnya; apa yang terjai pada giant cell granuloma); pembentukan mikrokista secara sekunder ke edema seluler yang berhubungan dengan lesi lainnya. Seringkali, tetapi tidak selalu, lesi ini tampak berhubungan dengan lesi tulang yang lain, seperti kista berbentuk tunggal, kista dentigerous, osteoklastoma, central giant cell tumor, fibrous displasia, dan osteosarkoma.
Kista tulang aneurismal telah diteliti pada setiap bagian tulang, meskipun demikian lebih dari 50% lesi terjadi pada tulang panjang dan kolumna vertebrata. Kista ini terjadi pada rahang manusia dalam seluruh kelompok usia, tetapi lebih sering terjadi pada pasien yang berusia muda dan pada pasien perempuan. Kista tulang aneurismal lebih sering terjai pada mandibula dibandingkan maksila. Kista ini dapat menyebabkan gigi berpindah tempat tetapi tidak menyebabkan resorbsi gigi, dan secara umum tidak terapat ganguan sensoris. Gambaran radiografi seringkali dijelaskan sebagai kistik, sarang lebah, atau busa sabun dengan perluasan yang eksentrik. Tulang kortikal dapat menipis atau rusak, dan dapat terjadi adanya reaksi periosteal.
Secara histologi, kista tulang aneurismal memperlihatkan suatu stroma jaringan penghubung yang fibrous dengan ruang yang berbentuk sinus atau cavernosa yang berisi darah. Terdapat fibroblast muda dalam seluruh stroma, dan sel raksasa berinti banyak yang menyebar pada seluruh lesi. Tanpa ruang cavernosa, lesi ini akan tampak hampir seperti central giant cell granuloma.
Perawatan untuk kista tulang aneurismal membutuhkan pengangkatan secara menyeluruh, pengangkatan yang menyeluruh pada lesi dengan kuretase yang agresif merupakan cara perawatan yang paling umum. Pembukaan yang tepat untuk memudahkan perawatan ini diperlukan karena lesi ini dapat terjadi perdarahan secara berlebihan, dan seiring waktu tetapi pengangkatan lesi akan membantu penurunan kehilangan darah. Kegagalan pengangkatan secara menyeluruh pada seluruh bekas lesi akan menyebabkan risiko rekuren secara bermakna (21-59%). Usulan untuk dilakukannya pencangkokan tulang pada defek terjadi adalah bervariasi berdasarkan keadaan klinis yang tersisa setelah pengangkatan lesi. Beberapa penulis merekomendasikan eksisi dengan cryosurgery untuk lesi yang rekuren, sedangkan penulis lainnya menganjurkan eksisi blok atau reseksi disertai rekonstruksi. Pada waktu lampau, radiasi diajukan sebagai perawatan untuk lesi ini, tetapi radiasi dapat gagal untuk menghentikan lesi ini dan, lebih pentingnya lagi, dapat menghasilkan perubahan sarkomatous.

ODONTOGENESIS
Tumor odontogenik merupakan gambaran gangguan atau reaktivasi jaringan yang terlibat dalam urutan odontogenesis yang normal. Neoplasma alami merupakan terjadi pada tahap perkembangan yang terhenti. Suatu laporan ringkas tentang odontogenesis sangat membantu dalam pemahaman akam patogenesa dan kebiasaan dari tumor odontogenik.
Pada minggu keenam dari kehamilan, odontogeneis dimulai dengan proliferasi pada daerah tertentu dari ektoderma rongga mulut untuk membentuk lamina dentalis. Pada setiap lokasi dimana gigi akan terbentuk, suatu pertumbuhan yang menurun dari lamina dentalis membentuk awal dari organ enamel. Secara bersamaan, organ enamel, papilla dental dan sakus dental merupakan struktur formatif untuk keseluruhan gigi dan struktur pendukung. Lamina dentalis yang awalnya berhubungan dengan organ enamel hingga ke epitelium rongga mulut, akhirnya terpisah, pemisahan ini membentuk benih gigi dari epitelium rongga mulut.
Masing-masing tahapan dalam perkembangan gigi dihubungkan dengan kejadian tertentu yang akan dijelaskan dibawah ini. Gangguan dalam urutan ini dapat mengakibatkan terbentuknya tumor odontogenik.
• Bud stege: awal dan pembentukan dari enamel organ
• Cap stage: terjadi proliferasi. Pertumbuhan yang tidak seimbang akan mendorong terjadinya bentuk yang khas. Sel tepi berbentuk kuboidal dan dimasukkan sebagai epitelium enamel luar (outer enamel epitelium/OEE), dan sel dalam kecekungan merupakan sel kolumnar yang tinggi dimasukkan sebagai epitelium dental dalam (inner dental epitelium). Pada waktu yang sama, sel poligonal antara epitel enamel dalam dan luar mulai terpisah dan membentuk jaringan selular yang lembut yang dikenal sebagai reticulum steleata (stellate reticulum/SR), rongga yang terisi dengan cairan mucus. Secara histologi, bahan ini menyerupai jeli Wharton. Proliferasi dari komponen epitelial hanya dijelaskan menyebabkan kondensasi ektomesenkim yang tidak tertutup dan pembentukan dental papilla. Sel dari dental papilla akhirnya membentuk pulpa dan dentin gigi. Dengan cara yang sama, kondensasi dari ektomesenkim disekeliling enamel organ mendorong terbentuknya saccus dentalis. Sel dari saccus dentalis akhirnya membentuk sementum dan ligament periodontal.
• Bell stage: terjadi histodiferensiasi (secara dini) dan morfodiferensiasi (terlambat). Enamel organ sekarang menjadi suatu bentuk bel yang memanjang dan memiliki 4 jenis sel epitelial yang berbeda-inner enamel epitelium (IEE), stratum intermedium, reticulum stelata, dan outer enamel epitelium (OEE).
○ IEE membentuk dan mempengaruhi sel yang berdekatan dari papilla dental untuk berdiferensiasi ke dalam odontoblas yang membentuk dentin. Dentin pada gilirannya mempengaruhi IEE untuk nerdiferensiasi ke dalam ameloblast yang mana meletakkan matriks enamel berlawanan dengan dentin. Induksi timbale balik ini sangat penting dalam pembentukan gigi.
○ stratum intermedium terdiri atas sedikit lapisan sel skuamous diantara IEE dan SR. lapisan ini tampaknya sangat penting untuk pembentukan enamel karena stratum intermedium ini tidak terdapat pada bagian benih gigi pada daerah tepi luar dari gigi yang tidak beremail.
○ perluasan SR oleh peningkatan jumlah cairan intraseluler. SR ini menjadi kolaps sebelum pembentukan email, meninggalkan ameloblast lebih dekat dengan kapiler nutrisi yang berdekatan dengan OEE.
○ OEE yang terbentuk halus menjadi terbungkus dalam lipatan yang dekat dengan mesenkim saccus dentalis membentuk papilla dengan pembuluh kapiler untuk menyediakan suplai nutrisi bagi aktivitas metabolic pada enamel organ yang tidak memiliki vaskuler. Enamel organ juga membentuk epitelial Hertwig pada selubung akar, yang menentukan bentuk akar dan mengaktivasi pembentukan dentin pada akar.
• Aposisi: deposisi matriks dari struktur gigi yang keras terjadi kemudian. Struktur ini kemudian mulai mengalami kalsifikasi, erupsi dan etrisi seiring waktu.


TUMOR ODONTOGENIK

Ameloblastoma
Ameloblastoma (lihat gambar 1-3) seluruhnya adalah tumor epitelial yang muncul dari lamina dentalis, berkas Hertwig, enamel organ, atau lapisan folikel dentalis/kista dentigerous. Ameloblastoma erupakan tumor odontogenik epitelial yang paling umum. Ameloblastoma biasanya terjadi pada individu yang berusia 20-40 tahun, bagaimanapun, jenis kista tunggal lebih sering terjadi pada orang dewasa (lihat pertimbangan pembedahan). Lesi ini terjadi baik pada rahang atas maupun rahang bawah, tetapi rahang bawah posterior merupakan lokasi yang paling umum, hanya 20% dari lesi ini yang ditemukan pada rahang atas. Lesi ini terjadi secara seimbang pada laki-laki dan perempuan.
Meskipun ameloblastoma secara umum tidak diklasifikasikan sebagai lesi ganas (jarang terdapat jenis yang ganas), jenis ini sangat agresif dan infiltratif. Beberapa orang menduga bahwa lesi ini harus dimasukkan kedalam jenis keganasan derajat rendah atau kurang aktif, sama dengan karsinoma sel basal. Banyak kesamaan histologi dan kebiasaan yang ditemukan pada kedua jenis lesi ini (lihat karsinoma sel basal). Secara umum lesi ini tidak bermetastase tapi bertumbuh secara lambat, persisten, dan susah untuk dimusnahkan. Jika ameloblastoma tidak tercatat ditemukan sebagai temuan insidental dari gambaran radiograf untuk tujuan lain, maka gejala pertamanya biasanya adalah perluasan tulang tanpa rasa sakit.
Temuan radiografik
Ameloblastoma khususnya muncul sebagai suatu radiolusensi multilokular yang meluas di daerah molar ketiga rahang bawah, tetapi lesi ini dapat ditemukan dibagian manapun pada rahang (lihat gambar 1). Lesi ini dapat berbentuk unilokular jika kecil, dan seringkali meresorbsi gigi yang berkontak dengannya. Lesi ini tidak pernah tampak radiopak.
Karakteristik histologi
Ameloblastoma tidak memiliki kapsul. Komponen neoplastik secara murni adalah epitelial dan sisa cap stage dari odontogenesis (contohnya; sel kolumnar tinggi yang terpolarisasi pada sisi luar dari lesi dengan SR pada sisi dalam, yang mana dapat membentuk suatu kista). Lesi dapat memiliki suatu reaktif terhadap komponen jaringan penghubung yang bukan merupakan suatu neoplastik. Lesi ini adalah tumor nonfungsional, misalnya; ameloblastoma tidak mempengaruhi jaringan penghubung di sekitarnya, yang mana pada gilirannya tidak dapat mempengaruhi pembentukan email. Pada hakekatnya, tumor ini merupakan penggambaran odontogenesis yang terhenti. Terdapat banyak gambaran histologi yang berbeda, contohnya; jenis akantomatous yang mana SR ditempatkan oleh sel skuamous dan pearl, tipe sel granuler dimana SR di gantikan oleh sel granuler, dan jenis pleksiform dimana SR berkurang atau tidak ada sama sekali.
Perawatan
Perawatan ameloblastoma adalah eksisi bedah dengan free margin yang luas (lihat pertimbangan bedah). Rekonstruksi yang tepat dapat dilakukan pada waktu yang sama. Seluruh pasien dengan ameloblastoma, dengan tanpa melihat metode perawatan bedah atau jenis gambaran histologi, harus dimonitor secara radiografi sepanjang hidupnya. Jika eksisi tidak adekuat, umumnya menjadi rekuren.
Pertimbangan bedah
• Ameloblastoma rahang atas tidak dibatasi oleh plat kortikal yang kuat yang ditemukan pada rahang bawah. Sebagai tambahan, posterior rahanng atas terletak dekat dengan banyak struktur vital. Faktor ini menjadi pendapat yang kuat untuk perwatan bedah yang agresif dan pasti pada ameloblastoma rahang atas.
• Pada rahang bawah, 1 cm tepi yang bersih dipertimbangkan sebagai standar. Hal ini dapat diatasi dengan reseksi blok atau segmental, bergantung pada hubungan lesi dengan tepi kortikal inferior.
• Pengecualian tunggal terhadap hal ini adalah mungkin ameloblastoma unikistik. Jenis ini umumnya muncul pada dewasa akhir dan sebagaimana namanya, jenis ini dicirikan sebagai radiolusensi unikistik yang paling umum ditemukan pada daerah molar ketiga rahang bawah.
• Untuk ameloblastoma peripheral, eksisi yang lebih konservatif dengan pendekatan follow-up secara klinis adalah perawatan yang standar.
Hubungannya dengan lesi lainnya
• Karsinoma sel basal: Karsinoma sel basal adalah neoplasma infiltratif lainnya yang pada dasarnya merupakan neoplasma adnexal yang tidak bermetastase. Karsinoma sel basal dan ameloblastoma bertumbuh dengan lambat tetapi persisten, dan dapat menyebabkan kematian melalui perluasan lokal kedalam struktur vital. Jika satu pertimbangan bahwa gigi merupakan struktur adnexal rongga mulut, kemudian hal tersebut menjadi mudah untuk dimengerti mengapa ameloblastoma dapat terlihat sebagai suatu analog terhadap karsinoma sel basal.
• Adamantinoma tibia: lesi ini secara histologi mirip dengan jenis ameloblastoma pleksiform. Termasuk keganasan derajat rendah dan seperti namanya, jenis ini ditemukan di tibia.
• Craniofaringioma: Tumor pituitary ini muncul dari kantong Rathke, bagian dari stomadeum rongga mulut yang secara histologi tampak menyerupai ameloblastoma. Bagaimanapun, jenis ini lebih mirip kista Gorlin.
• Ameloblastoma perifer: Lesi ini secara histologi mirip dengan ameloblastoma sentral, tetapi tidak melibatkan tulang dan yang seluruhnya dibatasi oleh gingiva. Lesi ini memiliki potesi rendah untuk bertumbuh dan invasi dibandingkan ameloblastoma sentral, dan sangat memungkinkan hal ini bertanggung jawab terhadap kasus karsinoma sel basal yang dilaporkan pada gingiva.
• Ameloblastoma ganas: Hampir 2% ameloblastoma bermetastase, biasanya ke paru-paru. Meskipun demikian lesi ini sebenarnya mungkin sebagai hasil aspirasi material dari lesi yang berjamur pada rongga mulut dan,oleh karena itu, hal ini tidak menggambarkan metastase sebenarnya.
• Karsinoma ameloblastoma: Lesi ini secara sitologi merupakan lesi ganas dengan hiperkromatisme, pleomorfisme, dan aktivitas mitotic yang tinggi. Metastase sebenarnya terjadi pada karsinoma ameloblastoma.

Tumor odontogenik adenomatoid
Tumor odontogenik adenomatoid (adenomatoid odontogenic tumor/AOT) merupakan tumor yang tidak umum terjadi, tetapi biasanya dapat dengan mudah diidentifikasi dari gambaran klinis dan radiografi. Hal ini sering diingat sebagai “tumor dua pertiga”. Tumor ini paling umum terjadi pada dekade kedua dan ketiga dari kehidupan (12-20 tahun). Dua pertiga kasus terjadi pada anterior rahang atas, sepertiga terjadi pada anterior rahang bawah, dan tidak pernah ditemukan pada bagian posterior hingga ke premolar. Dua pertiga dari kasus ini menyerang pada perempuan dan dua pertiga dari kasus ini dihubungkan dengan adanya gigi yang impaksi (biasanya pada gigi kaninus).
Tumor ini berasal dari pengurangan epitelium enamel dari folikel dental dan secara histologi menghasilkan IEE. Tumor ini biasanya tanpa gejala tetapi bisa muncul dengan pembengkakan yang lunak atau dihubungkan dengan kehilangan gigi secara klinis.
Temuan radiografi
Lesi ini secara umum tampak sebagai radiolusensi yang terdermakasi dengan baik (well-dermaceted). Dalam 75% kasus, lesi ini dihubungkan dengan gigi yang tidak erupsi, biasanya gigi kaninus. Lesi ini bisa terdiri dari flek radiopak, yang mana menggambarkan adanya material yang terkalsifikasi. Jika dikaitkan dengan gigi, lesi ini umumnya menyerang pada gigi lebih lanjut pada akar gigi dibandingkan jenis kista dentigerous.
Karakteristik histologi
Secara teknik, ini merupakan hamartoma dibanding neoplasma sejati karena mempunyai potensi pertumbuhan yang terbatas. Memiliki kapsul fibrous yang tebal yang berisi elemen epitelial proliferasi yang membentuk nodul dan struktur menyerupai duktus (contohya; nodul organoid dari kuboidal atau sel kolumnar yang rendah yang dipisahkan oleh epitelium berspindel). Tidak adanya jaringan penghubung untuk merangsang pembentukan email, hasil dari sel ini, suatu matriks pre-enamel, akan mengalami degenerasi dan akhirnya akan meninggalkan daerah kalsifikasi distropik dan amiloid.
Perawatan
Perawatan yang dianjurkan dari lesi ini adalah pengangkatan secara sederhana. Jika dibiarkan sendiri, struktur ini kemungkinan menjadi rumit. Bagaimanapun, lesi ini dapat menjadi sangat besar. Kebanyakan dihilangkan dengan cara biopsi. Jika AOT tidak dapat menghilangkan lesi ini secara menyeluruh pada saat biopsi, literatur menyangka sisa lesi tersebut akan terdegenerasi. Mereka tidak mengetahui akan berulang/rekuren.
Tumor odontogenik epitelial terkalsifikasi
Tumor odontogenik epitelial terkalsifikasi (calcifying epitelial odontogenik tumor/CEOT) atau tumor Pindborg adalah tumor odontogenik infiltratif yang jinak yang merupakan salah satu tumor yang paling jarang terjadi. Tumor tersebut diberi nama tumor Pindborg karena ditemukan oleh seorang ahli patologi Denmark yaitu Jens Pindborg. Tumor ini paling sering ditemukan pada rahang bawah regio molar/premolar, tetapi 33% dari kasus ditemukan pada rahang atas. Tumor ini dihubungkan dengan gigi yang tidak erupsi atau impaksi dalam 50% kasus. CEOT merupakan neoplasma infiltratif dan menyebabkan destruksi disertai perluasan secara lokal. Tumor ini diperoleh dari stratum intermedium dan mempunyai potensi yang lambat untuk bertumbuh dibandingkan ameloblastoma. Maka tidak mengejutkan jika tumor ini kurang agresif dibandingkan ameloblastoma.
Temuan radiografik
Lesi ini bisa radiolusen, tetapi lebih dikarakteristikkan sebagai massa dengan campuran antara lusen dan opak, memperlihatkan gambaran salju yang diterbangkan (snow-driven)
Karakteristik histologi
Gambaran histologi dari lesi ini adalah worrisome karena lesi tersebut tampak sebagai pulau yang menginfiltrasi kedalam tulang. Pulau ini terlihat seperti sel skuamous murni dengan nuclear pleomorfisme derajat tinggi; bagaimanapun, cincin Liesegang (kalsifikasi distropik berbentuk oval), suatu sitoplasma matang yang normal (sel polyhedral yang besar dengan jembatan interseluler yang baik dan berisi granula keratin yang matang), dan kurangnya gambaran mitotic membantu untuk membedakan lesi ini dari karsinoma sel skuamous. Polimorfisme tercatat sebagai degenerasi sekunder dari inti sel dan nekrobiosis, dan kalsifikasi distropik dan perubahan amiloid merupakan ciri pada sel epitelial yang mati.
Perawatan
Perawatan untuk lesi ini adalah eksisi bedah secara keseluruhan. Tingkat rekurensi pada CEOT ini adalah 4%. Lesi ini bertumbuh secara lambat dan membutuhkan follow-up jangka panjang untuk rekurensinya (sekurang-kurangnya 5-10 tahun). Tidak dilaporkan adanya kasus dimana lesi ini berubah menjadi ganas.

Kista odontogenik terkalsifikasi dan terkeratinisasi
Kista odontogenik terkalsifikasi dan terkeratinisasi (keratinizing and calcifying odontogenic cyst/KCOC) atau kista Gorlin sebenarnya bukanlah merupakan kista tetapi lebih kepada neoplasma dengan kecenderungan kistik. Beberapa lesi KCOC sebenarnya padat. Ini merupakan lesi yang sangat jarang dan tidak ada perbedaan berdasarkan usia, jenis kelamin atau lokasinya. KCOC dapat ditemukan dibagian manapun pada rahang, dan seperempat dari lesi ini ditemukan pada jaringan lunak perifer (misalnya; gingiva). Jika KCOC tidak ditemukan sebagai suatu temuan yang insidental pada pemeriksaan radiografi, maka gejala klinis yang paling dini dari lesi ini biasanya adalah terjadinya pembengkakan yang terlokalisir.
Lesi ini muncul dari epitelium enamel yang telah matang dibandingkan ameloblastoma, dan oleh karena itu maka lesi ini memiliki potensi pertumbuhan yang lambat.
Temuan radiografik
Lesi ini merupakan suatu radiolusensi nondeskrip yang dapat terdiri dari flek opasitas. Lesi ini dapat menjadi sangat besar jika tidak ditemukan secara tidak sengaja pada saat melakukan pemeriksaan radiografi untuk tujuan yang lain.
Karakteristik histologi
Lesi ini dilapisi oleh suatu epitelium yang memiliki gambaran seperti ameloblastoma, dengan massa sel epitelial squamous terkeratinisasi didalam SR. Meskipun, sel ini tidak memiliki inti dan disebut “sel hantu”. Epitelium “hantu” ini akhirnya turun ke jaringan penghubung, disebabkan oleh karena jaringan penghubung dari benda asing memberikan respon bahwa hasil dalam kalsifikasi distropik dentinoid dan pembentukan jaringan granulasi. Secara lebih sederhana, lesi ini menggambarkan epitelium enamel yang memiliki kecenderungan untuk matang tetapi tidak dapat membentuk email. Hasilnya adalah dapat terjadi pembentukan keratin “hantu”, pada gilirannya, menyebabkan terbentuknya dentinoid. Kesamaan antara lesi ini dan kraniofaringioma telah dijelaskan sebelumnya.
Perawatan
Lesi ini diangkat melalui pembedahan dan jarang terjadi rekurensi setelah eksisi.

Miksoma odontogenik
Lesi ini merupakan jenis lesi infiltratif jinak yang secara klinis tidak dapat dibedakan dengan ameloblastoma. Lesi ini ditemukan di daerah bantalan gigi, dan hal ini lebih sering terjadi pada rahang bawah. Hal ini secara umum nampak pada awal dekade ke-3 dan ke-4 dari kehidupan sebagai lesi yang meluas dengan pertumbuhan yang lambat. Jika miksoma odontogenik dibiarkan tanpa perawatan, lesi ini invasif dan merusak. Lesi ini bermula dari dental mesenkim (papilla) atau folikel dental.
Temuan radiografik
Gambaran radiografik dari lesi ini tidak berbeda. Gambaran ini sangat mirip dengan ameloblastoma (misalnya; radiolusensi multilokular), meskipun beberapa peneliti percaya bahwa lokulasi individual agak lebih kecil pada miksoma odontogenik (miksofibroma).
Karakteristik histologik
Beberapa fibroblast stellata dengan sejumlah salinan dari asam hialuronik, fibril kolagen yang kurang, dan tidak ada kapsul yang ampak pada pemeriksaan histologi dari lesi ini. Komponen asam hialuronik dengan titik biru Alcian, mengingatkan kita pada gambaran jeli Wharton. Lesi ini terlihat seperti perkembangan pulpa dan dapat membingungkan dengan perkembangan gigi molar ketiga.
Perawatan
Sebagaimana dengan ameloblastoma, lesi ini dirawat dengan eksisi blok. Rekurensi terjadi meskipun dengan frekuensi yang lebih sedikit dibandingkan dengan ameloblastoma.

Fibroma ameloblastik
Fibroma ameloblastik merupakan tumor campuran sejati yang timbul dari kombinasi 2 jaringan embrionik. Komponen epitelial dapat membentuk mesenkim tetapi tidak dapat berlanjut membentuk jaringan keras gigi. Lesi ini merupakan tumor yang relatif tidak lazim pada orang muda (usia 5-20 tahun); 75% fibroma ameloblastik ditemukan pada rahang bawah regio posterior pada daerah perkembangan dari gigi tersebut. Lesi ini jinak dan meluas, bertumbuh sebagai penekanan kedepan dibandingkan dengan invasi jaringan sekitarnya.
Temuan radiografik
Lesi ini tampak sebagai suatu radiolusensi uniokular dan bilokular, paling sering terjadi pada rahang bawah posterior. Gambaran radiografik adalah serupa dengan ameloblastoma unikistik, dan kedua lesi harus dibedakan pada saat diagnosa karena berdampak pada kelompok umur yang sama dan mempunyai gambaran klinis dan radiografik yang serupa. Pemeriksaan histologi dapat membedakan kedua jenis lesi ini.


Karakteristik histologik
Komponen epitelial dari lesi ini hampir sama dengan ameloblastoma; bagaimanapun, komponen jaringan penghubung terlihat seperti pulpa gigi. Jaringan penghubung yang muda, seluler dan homogen tanpa kolagen yang padat. Komponen epitelial dan jaringan penghubung tumbuh bersamaan dalam sebuah kapsul.
Perawatan
Perawatan dari lesi ini adalah eksisi blok dengan tepi tulang yang normal. Dengan enukleasi sederhana, telah dilaporkan tingkat rekurensi pada 20-40%. Perubahan sarkomatous (fibrosarkoma ameloblastoma) juga telah dilaporkan adanya rekuren atau eksisi yang tidak adekuat.

Fibro-odontoma ameloblastik
Fibro-odontoma ameloblastik adalah lesi odontogenik yang sangat jarang yang membentuk jaringan keras gigi (seperti; dentin, email, sementum). Lesi ini terjadi paling sering sebelum usia 20 tahun dan lebih sering muncul pada daerah premolar pada kedua rahang. Jika lesi ini dapat menjadi sangat besar, lesi ini umumnya memiliki potensi yang banyak untuk bertumbuh.
Temuan radiografik
Ameloblastik fibroodontoma tampak sebagai radiolusensi yang terdermakasi dengan baik dengan suatu opasitas sentral yang luas. Lesi ini hampir selalu ditemukan dalam hubungannya dengan gigi. Beberapa kemiripan terdapat pada gambaran radiografi dengan tumor Pindborg dan kista Gorlin karena merupakan lesi campuran antara radiolusen atau radiopak. Jika terdapat pada rahang bawah anterior, AOT juga dapat dimasukkan kedalam diagnosa banding dalam hal gambaran radiografinya.

Karakteristik histologi
Lesi ini mempunyai ciri histologi yang sama dengan ameloblastik fibroma. Bagaimanapun, induksi epitelial dari jaringan penghubung terjadi pada titik histodiferensiasi, memicu adanya dentin, email, dan/atau sementu pada gambaran mikroskopik.
Perawatan
Eksisi bedah pada ameloblastik fibroodontoma merupakan anjuran perawatan pada umumnya. Lesi ini tidak sering terjadi rekuren. Literatur yang memuat beberapa dukungan terhadap perubahan sarkomatous bersamaan dengan terjadinya rekurensi.


Odontoma kompleks
Lesi odontoma kompleks memperlihatkan diferensiasi histologi lebih lanjut dari epitelium pluripotensial odontogenik. Temuan dari lesi ini menyerupai ameloblastik fibroodontoma tetapi dengan perluasan yang selangkah lebih maju. Epitelium pada lesi ini tidak memiliki bentuk seperti ombak, meninggalkan jaringan keras gigi yang rusak pada tempatnya. Hal ini merupakan lesi yang umum dan bertahan sepanjang hidup seseorang. Lesi ini umumnya dideteksi pada remaja dan memiliki kecenderungan untuk tumbuh pada regio molar rahang bawah, bagaimanapun, lesi ini dapat ditemukan pada daerah lain pada rahang.
Temuan radiografi
Lesi ini secara umum digambarkan sebagai radiolusensi seperti sinar matahari yang dikelilingi oleh pinggiran yang tipis, seragam dan radiolusen. Meskipun penggambaran ini dapat memiliki kemiripan dengan gambaran radiografik osteosarkoma, hubungannya dengan gigi, demarkasi yang jelas dari tepi lesi, dan tidak adanya rasa nyeri atau pembengkakan sehingga menunjukkan bahwa lesi ini merupakn lesi yang sangat jinak jika dibandingkan dengan osteosarkoma.
Karakteristik histologi
Hisodiferensiasi dari lesi ini yaitu adanya perluasan selangkah lebih lanjut dibandingkan pada ameloblastik fibroodontoma. Pada odontoma kompleks, ditemukan adanya reduksi fisiologik dari ameloblastik epitelium. Terdapat gambaran sarang lebah gabungan dari jaringan email, sementum, dentin, dan pulpa. Pada lesi ini diamati adanya histodiferensiasi tetapi bukan morfodiferensiasi.
Perawatan
Pengangkatan sederhana atau obsrvasi radiografik merupakan metode perawatanya. Lesi ini tidak rekuren.


Odontoma campuran
Ini merupakan tumor odontogenik yang paling umum. Lesi ini menggambarkan hasil dari histodiferensiasi dan morfodiferensiasi jaringan odontogenik, menghasilkan gambaran seperti seikat gigi abortif jamak . paling umum ditemukan pada tulang alveolar anterior rahang atas tetapi dapat berlokasi dimana saja pada daerah bantalan gigi di rahang. Lesi ini seringkali bertanggungjawab dalam hal mencegah erupsi normal dari gigi, dan biasanya ditemukan pada masa remaja.
Temuan radiografi
Struktur kecil menyerupai gigi yang jamak ditemukan dalam tepi radiolusen yang runcing.


Karakteristik histologi
Gambaran histologi odontoma campuran ini mendekati struktur gigi normal. Pemeriksaan klinis yang nyata biasanya cukup untuk menegakkan diagnosa.
Perawatan
Pengangkatan secara sederhana merupakan metode perawatan dari tumor ini. Lesi ini tidak rekuren.


Sementoblastoma
Sementoblastoma, yang dibedakan dari sementoma, merupakan neplasma sejati dari sementum. Neoplasma jinak ini jarang dan biasanya diamati pada pasien yang lebih muda dari 25 tahun. Paling sering ditemukan dalam hubungannya dengan akar dari gigi molar pertama rahang bawah (50% dari lesi), dan tidak pernah ditemukan berhubungan dengan gigi geligi anterior. Lesi ini biasanya tidak bergejala, meskipun kadangkala gigi yang bersangkutan agak sensitive terhadap perkusi.
Temuan radiografik
Diamati adanya suatu massa seperti semburat matahari dikelilingi oleh gambaran opak yang terdapat pada akar gigi yang terdermakasi dengan baik dan dikelilingi oleh rim radiolusen yang tipis. Lesi ini mengaburkan lamina dura. Para pelajar kadangkala bingung dengan osteitis yang padat, suatu lesi yang umum dihasilkan dari iritasi periapikal derajat rendah yang merangsang pertumbuhan tulang. Meskipun lokasi yang paling umum dari kedua lesi ini adalah sama, osteitis padat tidak mengaburkan ruang ligament periodontal (PDL) dan cenderung memiliki garis tepi yang lebih irregular. Sementoma yang matang, yang juga diketahui sebagai displasia semental periapikal, merupakan lesi umum lainnya yang dapat membingungkan para pelajar jika dibandingkan dengan sementoblastoma. Bagaimanapun, sementoma biasanya bertempat di rahang bawah region anterior dan tidak mengaburkan rongga PDL. Sementoma biasanya memiliki 3 tahapan perkembangan: osteolitik (dimana titik lesi nampak sebagai radiolusensi), sementoblastik (campuran radiolusen/radiopak), dan matang (radiopak).
Karakteristik histologi
Sementoblastoma yang padat dipisahkan oleh sekat semental yang membentuk gambaran histologi pada lesi tak berkapsul ini.
Perawatan
Pengankatan gigi yang terkena dan tumor adalah metode perawatan dari lesi ini. Tidak dilaporkan adanya rekurensi.

PERBEDAAN JUMLAH KOLONI BAKTERI GOLONGAN STREPTOCOCCUS PADA SALIVA SEBELUM DAN SETELAH MENYIKAT GIGI DENGAN MENGGUNAKAN PASTA GIGI YANG MENGANDUNG EK

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Di dalam rongga mulut terdapat berbagai jenis mikroba yang merupakan flora normal. Hal ini disebabkan karena rongga mulut merupakan gerbang penghubung antara lingkungan luar tubuh dan lingkungan dalam tubuh, sehingga mikroba dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh kita.1
Proses terjadinya karies melibatkan sejumlah faktor yang saling berinteraksi satu sama lain yaitu gigi dan saliva (host), mikroorganisme, substrat dan waktu. Proses terjadinya karies pada gigi dimulai dengan terjadinya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti dengan terjadinya kerusakan bahan organik gigi, jaringan keras gigi yang terdemineralisasi sebagai akibat adanya asam hasil fermentasi karbohidrat oleh mikroorganisme.1
Dari berbagai mikroorganisme di dalam rongga mulut, yang termasuk kariogenik adalah bakteri golongan Streptococcus, Actinomyces viscosus, dan Laktobasili.
Saliva merupakan tonggak yang menopang kehidupan kuman di dalam rongga mulut, karena saliva selain mengandung antibakteri juga mengandung komponen organik yang dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan kuman di dalam rongga mulut. Dapat dikatakan bahwa saliva mempunyai fungsi sebagai protektor bagi kuman rongga mulut, agar keseimbangan dinamik antara mikroorganisme dan lingkungan tetap terjaga. Selain itu, komponen saliva juga dapat menjadi manifestasi kesehatan rongga mulut dengan melihat jenis dan jumlah mikroorganisme patogen atau kariogenik. Bakteri Streptococcus yang terdapat dalam saliva dalam jumlah yang banyak mengindikasikan bahwa bakteri tersebut juga banyak pada plak dan permukaan gigi.1
Sekarang ini, upaya pencegahan karies dan penyakit periodontal telah banyak dilakukan antara lain dengan melakukan peningkatan kesehatan gigi yang telah menjadi tujuan utama dalam dunia kedokteran gigi.1
Salah satu usaha pencegahan karies adalah dengan penggunaan pasta gigi, akan tetapi pada masa lalu pasta gigi yang digunakan bersama sikat gigi hanya bersifat sebagai alat kosmetik. Tetapi dalam tahun-tahun terakhir ini banyak dibuat pasta gigi yang mempunyai efek untuk mengobati penyakit mulut dan mencegah karies.2
Menurut beberapa peneliti bahwa penambahan bahan-bahan tertentu pada pasta gigi dapat mengurangi jumlah bakteri dalam rongga mulut. Penelitian-penelitian sebelumnya banyak menyimpulkan bahwa penggunaan sikat gigi dengan pasta gigi dapat mengubah populasi bakteri dalam rongga mulut, sehingga tindakan tersebut dapat mengantisipasi terjadinya proses berbagai penyakit dalam rongga mulut. Beberapa kandungan pasta gigi mempunyai sifat anti bakteri yang umumnya kita kenal adalah triclosan, alkaloid, enzim-enzim tertentu (laktoperoksidase, amiloglucoxidase,glucoxidase).3
Sekarang ini dipasaran terdapat salah satu jenis pasta gigi yang mengandung ekstrak jamur Ganoderma lucidum yang menawarkan efek anti karies. Ganoderma lucidum atau jamur Lingzhi adalah jamur yang memiliki khasiat obat dan sudah dikenal di daratan Cina sejak ratusan tahun yang lalu dan merupakan bahan obat tradisional Cina yang paling tinggi penggunaannya.
Pada penelitian kali ini, dilakukan penelitian pada bakteri Streptococcus, karena bakteri ini merupakan bekteri utama penyebab dan pemicu karies. Di dalam beberapa literatur mengenai khasiat anti bakteri dari jamur Ganoderma ini disebutkan bahwa jamur ini memiliki sifat antibakteri spektrum luas terutama pada bakteri golongan Staphylococcus dan Streptococcus, tetapi beberapa laporan penelitian yang ada hanya melaporkan efektifitas anti mikrobanya pada bakteri-bakteri yang berperan pada penyakit sistemik seperti Escherichia coli, Pseudomonas aeuroginosa, Staphylococcus aureus, Salmonella typhimurium, dan Bacillus subtilis, sehingga peneliti tertarik untuk melihat aktivitas anti bakterinya pada bakteri rongga mulut khususnya Streptococcus.
Berdasarkan uraian di atas maka, peneliti merasa tertarik untuk meneliti pengaruh pasta gigi yang mengandung ekstrak jamur Ganoderma lucidum terhadap penurunan jumlah koloni bakteri golongan Streptococcus pada saliva setelah menyikat gigi dengan menggunakan Ganoderma Tooth Paste.


I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, untuk menilai efektifitas dari pasta gigi ini sebagai antibakteri, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “ Apakah ada perbedaan jumlah koloni bakteri golongan Streptococcus pada saliva sebelum dan sesudah menyikat gigi menggunakan pasta gigi yang mengandung ekstrak jamur Ganoderma lucidum?”.

I.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui perbedaan jumlah koloni bakteri golongan Streptococcus pada saliva sebelum dan sesudah menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung ekstrak jamur Ganoderma lucidum.

I.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut serta sebagai sumber informasi untuk pelaksanaan program kesehatan gigi dan mulut, khususnya dalam pemilihan pasta gigi untuk mencegah berkembangnya jumlah koloni bakteri dalam saliva.
I.5. Hipotesa Penelitian
Ada perbedaan jumlah koloni bakteri golongan Streptococcus pada saliva sebelum dan sesudah menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung ekstrak jamur Ganoderma lucidum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pasta Gigi
Upaya pencegahan penyakit gigi dan mulut telah banyak dilakukan oleh para ahli, namun bila dipahami lebih mendalam, upaya pencegahan yang paling efisien , murah dan mudah adalah memelihara kebersihan mulut yang optimal.4
Pada masa lalu pasta gigi yang digunakan bersama-sama dengan sikat gigi hanya bersifat sebagai alat kosmetika dan alat sosial saja. Walaupun demikian, dalam 30 tahun terakhir ini bahan-bahan pencegahan seperti fluor, antibiotik, senyawa amonium dan penghambat enzim ditambahkan ke dalamnya. Pasta gigi dimaksudkan untuk membersihkan dan menghaluskan permukaan gigi geligi dan dapat memberikan rasa serta aroma yang nyaman dalam rongga mulut. Selain itu pasta gigi juga berfungsi sebagai media untuk meletakkan fluor pada jaringan gigi.3
Menurut beberapa peneliti bahwa penambahan bahan-bahan tertentu pada pasta gigi dapat mengurangi jumlah bakteri dalam rongga mulut.
Susunan dasar kebanyakan pasta gigi umunya sama. Bubuk pasta gigi berisi bahan abrasif, pembersih, bahan penambah rasa dan pewarna serta pemanis. Disamping mengandung juga bahan pengikat, ‘pelembab’, pengawet dan air. Beberapa senyawa umum yang dikandung daam pasta gigi utamnya adalah: fluoride, triclosan, zinc citrate, sodium fluoride, sodium monofluorophosphate, silica, klorin, kalsium karbonat, sorbitol, resin, timetilamine, alkaloid, pyrophosphate.3
Sekarang ini terdapat jenis pasta gigi yang mengandung bahan-bahan alternatif dari bahan minyak esensial dan ekstrak tumbuh-tumbuhan (herbal). Meluasnya pemakaian pasta gigi herbal adalah karena secara komersil mudah didapatkan dan akhir-akhir ini ketertarikan akan produk dengan kandungan dasar dari bahan alami telah meningkat.2

2.2. Bakteri Streptococcus mutans sebagai penyebab karies gigi
Bakteri yang berperan penting dalam patogenesis karies, diantara sekian banyak spesies bakteri rongga mulut, Streptococcus mutans dilaporkan sebagai salah satu bakteri yang mendapat perhatian khusus, karena kemampuannya membentuk polisakarida ekstraseluler dan plak. Streptococcus mutans pertama kali diisolasi dari plak gigi oleh Jk Clarke pada tahun 1924. Bakteri tersebut diklasifikasikan kedalam kingdom Monera, divisi Firmicutes, kelas Bacilli, ordo Lactobacilaes, famili Streptococcaceae, genus Streptococcus, dan spesies Streptococcus mutans. Pada tahun 1890, Miller melaporkan teori khemoparasitik karies gigi, teori ini kemudian disebut sebagai hipotesis plak non-spesifik yang menggambarkan dekalsifikasi enamel sampai terjadinya karies gigi sebagai dampak dari kumulatif produkasi asam oleh bakteri plak gigi.5,6
Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif yang tersebar di alam. Beberapa diantaranya merupakan anggota flora normal pada manusia, sedang Streptococcus yang lain berhubungan dengan penyakit pada manusia yang dapat berupa infeksi oleh Streprococcus dan sebagian yang lain dapat menimbulkan sensitifitas akibat kuman tersebut.7
Streptococcus memiliki banyak karakteristik, bentuk bulat dan tumbuh secara berantai, tidak memiliki spora, terkadang juga non motil. Bakteri ini termasuk juga bakteri fakultatif anaerob. Dinding sel bakteri disusun oleh protein, karbohidrat dan peptidoglican, pada dinding selnya terdapat filia sebagai alat pergerakan kapsul dapat dijumpai pada saat pembentukan awal. Diameter Streptococcus 1-2 mm yang dapat tumbuh pada media padat dan membentuk koloni. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 18-40° C.6

Gambar 1. Gambaran mikroskopik bakteri golongan Streptococcus
(Sumber: Nugraha, AW. Streptococcu mutans, si plak dimana-mana. Available at: http://Streptococcus-mutans_31.pdf. Accessed April 22, 2008)

Streptococcus mutans adalah bersifat asidogenik yaitu menghasilkan asam, asidodurik, mampu tinggal pada lingkungan asam, dan menghasilkan suatu polisakarida yang lengket disebut dextran. Oleh karena kemampuan ini, Streptococcus mutans bisa menyebabkan lengket dan mendukung bakteri lain menuju ke email gigi, lengket mendukung bakteri-bakteri lain, pertumbuhan bakteri asidodurik yang lainnya, dan asam melarutkan email gigi. 6
Penyakit yang disebabkan adalah karies gigi, beberapa hal yang menyebabkan karies gigi bertambah parah adalah seperti gula, air liur, dan juga bakteri pembusuknya. Setelah makan sesuatu yang mengandung gula, terutama adalah sukrosa, dan bahkan setelah beberapa menit penyikatan gigi dilakukan, glikoprotein yang lengket ( kombinasi molekul protein dan karbohidrat) bertahan pada gigi untuk mulai pembentukan plak pada gigi. Pada waktu yang bersamaan berjuta-juta bakteri yang dikenal sebagai Streptococcus mutans juga bertahan pada glycoprotein itu. Walaupun, banyak bakteri lain yang juga melekat, hanya Streptococcus mutans yang dapat menyebabkan rongga atau lubang pada gigi. 6
Pada langkah selanjutnya, bakteri menggunakan fruktosa dalam suatu metabolisme glikolosis untuk memperoleh energi. Hasil akhir dari glikolisis di bawah kondisi-kondisi anaerobik adalah asam laktat. Asam laktat ini menciptakan kadar keasaman yang ekstra untuk menurunkan pH dengan jumlah tertentu menghancurkan zat kapur fosfat di dalam email gigi mendorong ke arah pembentukan suatu rongga atau lubang.6



2.1.1. Ganoderma Sebagai Anti-Bakteri
Menurut Sistem Pengklasifikasi Fungsi Ainsworth {1973}, Ganoderma Lucidium tergolong dalam Basidiomycotina, Hymenomycetes, Holobasidiomycetiddae, Aphyllophorales atau Polyporals. Ganodermatacea Ganoderma. Genus cendawan ini ialah Ganoderma dan selain spesies Lucidium, terdapat beberapa spesies lain daripada genus ini Contohnya Ganoderma lucidum (merah), Ganoderma Applanatum (perang), Ganoderma Tsugae (merah), Ganoderma Sinense (unggu), Ganoderma Oregonense (perang tua).8
Gambar 2. Berbagai jenis jamur Ganoderma
(Sumber: http://www.ganoderma.online.com/ganoderma-articles.html Accessed: Jun, 13. 2007)

Ganoderma lucidum, yang juga dikenal sebagai Lingzhi di Cina dan Reishi di Jepang, adalah suatu jamur herbal yang telah digunakan di Cina selama lebih dari 4000 tahun. Di Cina, nama Lingzhi berarti “kekuatan spiritual”. Sepanjang zaman purbakala, jamur Lingzhi disajikan untuk raja dan keluarga kerajaan. Di dalam “Seng Nong Herbal Classic”, Lingzhi ditempatkan dalam urutan obat-obatan sebagai “obat raja”. Dr. Li Shizhen (1518-1593), dokter Cina paling terkenal pada zaman Dinasti Ming, sangat menganjurkan Lingzhi di dalam bukunya “Materia Medica” menyatakan bahwa “penggunaan Lingzhi jangka panjang akan membangun badan yang kuat dan sehat dan memberikan umur panjang”.9,10
Dari 80 spesies Ganoderma di dunia yang telah diketahui berkhasiat obat, hanya spesies Ganoderma lucidum yang paling banyak dan populer digunakan sebagai obat karena mengandung bahan aktif berupa germanium organik hingga mencapai 2000 ppm dan polisakarida. Spesies Ganoderma adalah satu dari sekian banyak jamur yang telah diteliti dengan sangat luas karena laporan akan sifat bioaktifnya yang potensial. Jamur Ganoderma menghasilkan berbagai kandungan bioaktif yang mana memiliki aktivitas biomedis dengan rentang yang sangat luas.11,12
Beberapa aksi dan sifat G. lucidum termasuk: anti-alergen, antioksidan, analgesik, antijamur, anti-radang, anti tumor, anti virus, antiparasitik, kardiovaskuar, anti diabetik, immunomodulating, hepatoprotektif, hipotensif dan hipertensif, tonik ginjal dan saraf, potensi seksual, menghambat agregasi platelet, tekanan darah, kolesterol dan gula darah rendah, dan pencegah bronchitis.13





Kajian oleh ahli-ahli mikologi dan farmakologi menemukan bahwa Ganoderma mengandung komponen bioaktif berikut:14
Asam Amino D-mannitol Polisakarida
Asam Organik Ergosterol Sakarida
Asam Protease Glukosamin Sterol
Adenin Lakton Triterpenoid
Adenosin Lisozim Vitamin
Alkaloid Oganik Germanium(GE) Garam mineral

Hasil kajian juga menemukan bahwa Ganoderma mempunyai kandungan secara umum sebagai berikut:14
Air
- 750.0mg Kalori
- 1.7 Lemak
- 9.0mg Serat
- 25.0mg Vitamin B3
- 0.076mg
Besi
- 0.19mg Kalsium
- 3.0mg Asid Pantotenik
- 0.032 mg Vitamin B1
- 0.0016mg Vitamin C
- 0.0625mg
Fosferus
- 0.03mg Karbohidrat
- 115.0mg Protin
- 75.8mg Vitamin B2
- 0.0064mg Vitamin D
- 0.769mg

Berbagai jenis agen antibakteri dan antivirus sintetik yang efektif telah dikembangkan, tetapi resistensi obat-obatan dan toksisitas dapat terjadi. Obat-obatan herbal dapat menghadirkan suatu pendekatan yang aman dan berguna bagi perawatan penyakit infeksi. Ganoderma lucidum dan berbagai spesies Ganoderma lainnya, secara tunggal atau lebih sering dikombinasikan dengan agen kemoterapi, telah digunakan untuk mengobati penyakit infeksi kronis seperti hepatitis kronis dan bronchitis, meskipun terdapat keterbatasan data yang tersedia. Data dari penelitian binatang secara in vitro dan ini vivo menunjukkan bahwa G. lucidum dan spesies Ganoderma lainnya memperlihatkan aktivitas antibakteri dan antivirus spektrum luas. Suatu penelitian klinis dengan kontrol placebo baru-baru ini menunjukkan bahwa perawatan dengan polisakarida G. lucidum 5400 mg/hari selama 12 minggu menyebabkan penghambatan replikasi virus hepatitis B (HBV). Hal ini tampaknya bahwa polisakarida dan triterpenoid, keduanya merupakan kandungan antivirus utama dari spesies Ganoderma, sedangkan polisakarida memainkan peranan yang lebih penting pada aktivitas antibakterinya. Mekanisme aktivitas antibakteri dan antivirus dari G. lucidum dan spesies Ganoderma lainnya belum diketahui secara luas dengan jelas, sehingga dibutuhkan penelitian klinis dan eksperimen yang lebih lanjut.15
Pada tahun 1994 Lin dan Lei yang menyelidiki mengenai efek immunomodulating dari polisakaria Ganoderma lucidum menyatakan bahwa kandungan polisakarida dari jamur ini memberikan respon limfosit gabungan yang signifikan. Chang (1994) menyimpulkan bahwa bagian polisakarida dengan β-glucan memiliki efek stimulasi pada jalur sel darah putih (limfosit, monosit, makrofage, natural killer cell, dan limfosit lainnya). Disimpulkan bahwa aksi ini turut berperan dalam sifat antivirus, anti-tumor, anti inflamasi, granulopoietik, dan bakterisid sebagaimana yang telah dilaporkan dalam beberapa penelitian pada binatang secara laboratoris.16
Beberapa penelitian klinis saat ini menjelaskan mengenai efek dari nutrisi jamur terutama Ganoderma lucidum yang dapat menyeimbangkan kembali respon imun seluler (TH1 dan TH2). Dimana TH1 ini berfungsi sebagai antivirus, anti bakteri dan anti parasit. Sedangkan TH2 berperan dalam tahapan anti inflamasi.16
Terdapat beberapa penelitian mengenai aktivitas antibakteri dari berbagai jamur golongan basidiomycetes terhadap bakteri dan fungi. Salah satu jenis jamur yang diteliti adalah aktivitas anti mikroba G. lucidum terhadap kelas tumbuhan patogen yang berbeda. Aktivitas anti mikroba dan pertumbuhan yang optimal pada suhu 30° C, dalam potato dextrose agar (PDA), atau rich broth medium (RBM) pada pH 3. Cairan kultur steril dapat disimpan selama 90 hari pada suhu ruang tanpa kehilangan aktivitas antimikrobanya.17
Dalam upaya pencegahan karies, Streptococcus mutans merupakan suatu bakteri kariogenik. Ikatan membrane atau glukosa transferase ekstraseluler dari Streptococcus mutans menghasilkan glukan yang dapat larut dan tidak dapat larut dalam air dari sukrosa. Glukan ini memudahkan akumulasi mikroorganisme pada permukaan yang licin dari gigi dan selanjutnya membentuk karies gigi. Asam Ganoderic S1 dan C2 yang di isolat dari Ganoderma lucidum telah diidentifikasi memiliki daya hambat pada glukosiltransferase dari Streptococcus mutans. 18
Ling-zhi adalah jamur yang dijual di toko obat dengan berbagai macam kemasan berupa potongan-potongan jamur atau yang sudah diolah seperti kapsul, tablet, sirop, tincture atau suntikan.19

2.3. Saliva
Saliva merupakan cairan yang sangat penting dalam rongga mulut, karena fungsi saliva dapat membantu proses pencernaan, penelanan, pelarut, pelumas, pemisahan makanan, mengatur keseimbangan air, pelindung, pembersih, integritas gigi dengan anti bakteri dan sebagai buffer.20
Di dalam saliva terdapat berbagai komponen yang mempunyai pengaruh melindungi permukaan gigi dan mukosa mulut. Saliva mengandung komponen spesifik yang mampu melindungi jaringan mulut dari infeksi bakteri dan virus, yang berdasarkan mekanisme kerjanya dapat dibagi dalam sistem penolakan enzimatik dan bukan enzimatik. Sistem enzimatik anti-bakteri terdiri atas peroksidase, hidrogen peroksida (H2O2) da ion tiosinat (SCN-3).21
Dalam setiap milliliter saliva dijumpai 10 sampai 200 juta bakteri. Jumlah maksimum bakteri-bakteri ini dijumpai pada pagi hari atau setelah makan. Bermacam-macam bakteri rongga mulut terkandung dalam saliva antara lain: Streptococcus, Enterococcus, Diptheroid, Lactobaccili, Peptostreptococci, Actinomices, Veilonella, Bacteroides melaninogenicus, Fusuform dan Neisseria. Sedangkan bakteri yang terdapat dalam plak antara lain: Leptotrichia, Actinomices, Streptococcus, dan Veillonela. Bakteri tersebut cukup berperan dalam terjadinya penyakit mulut dan gigi.22,23
Bakteri-bakteri seperti Streptococcus mutans dan Streptococcus sanguine yang pada keadaan normal memang berada di dalam mulut. Akan tetapi, menimbulkan persoalan ketika gerombolan bakteri itu bertemu dengan sisa makanan (khususnya yang mengandung gula sukrosa) berikut enzim dari saliva, maka akan terjadi fermentasi yang menghasilkan asam. Bila asam itu terus-menerus diproduksi, akan terjadi proses demineralisasi atau pelunakan lapisan email yang terdekat (email bagian terluar dan terkeras dari gigi) karena email melunak, timbullah karies.22
Untuk melindungi gigi dan kesehatan mulut dari serangan bakteri penyebab plak dan karies, maka dibutuhkan pasta gigi yang bekerja secara efektif dalam menghambat pertumbuhan dan memusnahkan bakteri, karena tidak semua pasta gigi mengandung antibakteri plak yang dapat membasmi plak penyebab karies pada gigi.24







BAB III
KERANGKA KONSEP




Keterangan:
Diteliti :
Tidak diteliti :
Variabel penelitian:
a. Variabel Independen : Pasta gigi Ganoderma
b. Variabel dependen : Bakteri Golongan Streptococcus
c. Variabel kendali : - Konsentrasi dan banyaknya pasta gigi yang digunakan
- Lama menyikat gigi












BAB IV
METODE PENELITIAN


3.1. Jenis Penelitian : Eksperimental semu
3.2. Desain Penelitian : Pre and post test design without control group
3.3. Lokasi Penelitian : Kampus sekolah Yayasan Al-hidayah Makassar dan
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UNHAS
3.4. Waktu Penelitian : 23 Oktober 2007 – 26 Oktober 2007
3.5. Populasi/subjek Penelitian : saliva yang diambil dari Siswa SMK Keperawatan Al-Hidayah
3.6. Metode Sampling : Consecutive sampling
3.7. Jumlah Sampel : 30 sampel saliva.
3.8. Alat dan Bahan :
1. Alat yang digunakan :
• Diagnostik set
• Alat tulis menulis
• Label
• Sikat gigi
• Sengkelit
• Pot plastic
• Inkubator
• Tabung reaksi
• Rak tabung reaksi
• Bunsen
• Cawan Petri
• Pipet tetes
• Autoclave
2. Bahan yang digunakan :
• Pasta gigi “Ganoderma tooth paste”
• Saliva
• Media nutrient agar
• Larutan salin
• Aquades
3.9. Data
- Jenis data : Data primer
- Pengolahan data : SPSS versi 12
- Penyajian data : Dalam bentuk tabel
- Analisa data : Uji t-berpasangan

3.10. Defenisi Operasional.
• Pemakaian pasta gigi “ganoderma tooth paste” adalah menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung ekstrak jamur Ganoderma lucidum. Penyikatan gigi ini dilakukan sebanyak 1 (satu) kali, selama 3 menit pada hari yang sama dengan pengambilan sampel saliva sebelum dan setelah menyikat gigi.
• Jumlah koloni bakteri dalam saliva adalah banyaknya kumpulan spesies bakteri yang tumbuh dan berkembang biak dalam saliva sebelum dan sesudah pemakaian pasta gigi yang mengandung ekstrak jamur Ganoderma lucidum (yang dihitung berdasarkan Colony Forming Unit (CFU). Satu titik pada cawan petri dianggap sebagai satu CFU

3.11. Prosedur Penelitian
Tahap I
Pengambilan saliva sebelum dan sesudah pemakaian pasta gigi yang mengandung ekstrak jamur Ganoderma lucidum
1. Alat dan bahan disiapkan (pasta gigi ganoderma, sikat gigi, pot plastik, air)
2. Sebelum menyikat gigi dengan pasta gigi ganoderma, sampel diinstruksikan untuk meludah ke dalam pot (sebelum perlakuan)
3. Membagi sikat gigi, pasta gigi pada masing-masing sampel.
4. Sampel diinstruksikan untuk menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi ganoderma selama 3 menit dengan teknik rolling untuk permukaan labial dan lingual serta teknik maju mundur untuk permukaan oklusal.
5. Setelah menyikat gigi, sampel diinstruksikan untuk berkumur.
6. Setelah berkumur, sampel diinstruksikan untuk meludah ke dalam pot plastik setelah menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi ganoderma (setelah perlakuan)
7. Selanjutnya semua sampel saliva dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi FK-UNHAS yang akan dilakukan pemeriksaan terhadap jumlah koloni bakteri dalam saliva sebelum dan sesudah pemakaian pasta gigi yang mengandung ekstrak Ganoderma lucidum.

Tahap II
Pemeriksaan Laboratorium
1. Alat dan bahan disiapkan (tabung reaksi, rak tabung, Bunsen, cawan Petri, pipet tetes 100 mL, sengkelit, autoclave, inkubator, medium nutrient agar, larutan saline, aquades).
2. Saliva diencerkan sampai 10-3 bagian.
3. Kemudian 0,5 mL saliva diambil dari pot plastik ke dalam tabung yang berisi 4,5 mL larutan saline. Kemudian kocok agar bakteri di dalamnya tidak mati.
4. Saliva yang telah diencerkan dengan larutan salin kemudian diisolasi dengan cara digoreskan memakai sengkelit secara aseptik di medium nutrient agar (NA) yang gunanya untuk membiakkan bakteri.
5. Tahap selanjutnya adalah pemberian label pada setiap cawan Petri yang telah ditanami pembenihan (isolate) kemudian dieram dalam inkubator dengan suhu 37°C selama 2x24 jam.
6. Setelah waktu pengeraman selesai kemudian dilakukan penghitungan jumlah koloni bakteri dalam cawan Petri dengan Colony Forming Unit.
7. Perhitungan sebaiknya menggunakan spidol warna (non permanent) sehingga bakteri yang sudah dihitung tidak terulang.
8. Data yang diperoleh dicatat, diolah dan didistribusikan dalam bentuk tabel.











3.12. Alur Penelitian
Pencatatan nama dan umur sampel

Pengambilan saliva sebelum pemakaian pasta gigi yang mengandung Ganoderma lucidum (pre test) dengan metode meludah pada pot plastic dan dilakukan pengenceran sampai 10-3 dan diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37°C kemudian menghitung jumlah koloni bakteri

Sampel diinstruksikan untuk menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung Ganoderma lucidum selama 3 menit dengan teknik rolling untuk permukaan labial dan lingual serta teknik maju mundur untuk permukaan oklusal kemudian berkumur

Pengambilan saliva setelah pemakaian pasta gigi yang mengandung Ganoderma lucidum, kemudian dilakukan pengenceran kembali sampai 10-3 dan diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37°C kemudian menghitung jumlah koloni yang terdapat dalam saliva tiap sampel

Analisis data dan didistribusikan dalam bentuk tabel


BAB V
HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Kampus sekolah Yayasan Al-hidayah Makassar dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UNHAS pada tanggal 23 Oktober 2007 hingga 26 Oktober 2007, dengan jumlah subjek 33 orang dari total populasi 45 orang siswa SMK Keperawatan Al-Hidayah Makassar, dari 33 subjek tersebut yang diberi perlakuan, hanya 30 orang yang menjadi sampel karena ada 1 orang yang tidak mengembalikan sampel saliva setelah perlakuan dan 2 orang yang memiliki sampel saliva tertumpah sehingga tidak bisa di uji.
Setelah dilakukan penelitian tentang perbedaan jumlah koloni bakteri golongan Streptococcus sebelum dan sesudah menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung ekstrak jamur Ganoderma lucidum diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Perbedaan rerata jumlah koloni bakteri golongan Streptococcus pada saliva sebelum dan sesudah menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung ekstrak jamur Ganoderma lucidum.
Penyikatan gigi dengan pasta gigi Ganoderma Jumlah sampel Rerata (CFU) SB P
Sebelum 30 40,800 41,29
Sesudah 30 17,7667 17,84

Pada tabel 1 menunjukkan rerata (mean) jumlah koloni bakteri golongan Streptococcus sebelum menyikat gigi dengan jumlah rerata 40,8 CFU dan sesudah menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi Ganoderma dengan jumlah rerata 17,84 CFU. Data tersebut kemudian diuji normalitas dengan menggunakan uji normalitas Kolmogorof-Smirnov (Shapiro-Wilk), ternyata data tersebut tidak berdistribusi normal sehingga tidak memenuhi syarat untuk dilakukan pengujian statistik dengan uji-t. Data tersebut kemudian ditransformasi sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Data transformasi perbedaan rerata jumlah koloni bakteri golongan Streptococcus pada saliva sebelum dan sesudah menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung ekstrak jamur Ganoderma lucidum.
Penyikatan gigi dengan pasta gigi Ganoderma Jumlah sampel Rerata (CFU) SB P
Transformasi Sebelum 30 1,4328 0,42041
0,001*
Transformasi Sesudah 30 1,0585 0,43155
Uji t-berpasangan
Keterangan : p < 0,05 = signifikan; artinya ada perbedaan yang bermakna dalam jumlah koloni bakteri golongan Streptococcus sebelum dan sesudah menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung jamur Ganoderma lucidum.
Pada Tabel 2 menunjukkan data yang telah ditransformasi, kemudian dilakukan analisa statistik dengan uji t-berpasangan. Tabel 2 menunjukkan bahwa ada perbedaan rerata jumlah koloni bakteri golongan Streptococcus dalam saliva sebelum dan sesudah menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung ekstrak jamur Ganoderma lucidum dan didapatkan nilai p 0,001 (p < 0,05) yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna antara sebelum dan sesudah menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung ekstrak jamur Ganoderma lucidum.

Gambar 3. Biakan koloni bakteri Streptococcus pada cawan Petri. Dalam satu cawan Petri berisi biakan koloni bakteri sebelum dan sesudah menyikat gigi dari satu orang sampel, yang dibatasi dengan garis dan diberi tanda B (Before) untuk saliva sebelum menyikat gigi dan A (After) untuk saliva setelah menyikat gigi.




















BAB VI
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dapat diketahui perbedaan jumlah koloni bakteri golongan Streptococcus dalam saliva sebelum dan setelah menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung ekstrak jamur Ganoderma lucidum.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan jumlah koloni bakteri golongan Streptococcus dalam saliva sebelum dan sesudah menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung ekstrak jamur Ganoderma lucidum.
Berdasarkan data hasil penelitian ini yang terlihat pada tabel 1, terdapat penurunan jumlah bakteri golongan Streptococcus dalam saliva setelah menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung ekstrak jamur Ganoderma lucidum. Setelah dilakukan uji statistik, terlihat adanya perbedaan yang bermakna setelah pemakaian pasta gigi yang mengandung ekstrak jamur Ganoderma lucidum terhadap jumlah koloni bakteri golongan Streptococcus dalam saliva.
Hasil yang diperoleh ini kemungkinan karena efek anti bakteri yang dimiliki oleh Ganoderma lucidum. Jamur Ganoderma lucidum ini memiliki efek anti bakteri karena kandungan bioaktif polisakarida dan triterpenoid. Meskipun belum ada penelitian yang memadai mengenai efek jamur Ganoderma lucidum ini dalam rongga mulut terutama dalam menghambat pertumbuhan bakteri golongan Streptococcus, tetapi telah ada beberapa penelitian mengenai efek anti bakteri Ganoderma lucidum pada jenis bakteri lainnya. Sheena N dkk meneliti aktivitas antibakteri dari ekstrak methanol beberapa jamur termasuk Ganoderma lucidum terhadap bakteri Eschericia coli, Pseudomonas aeroginosa, Staphylococcus aureus, Salmonella typhimurium, dan Bacillus subtilis. Diperoleh hasil bahwa ekstrak methanol Ganoderma lucidum efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, S. typhimurium dan B. subtilis pada konsentrasi 1 mg/well.25
Yihuai dkk juga meneliti efek jamur Ganoderma secara in vivo dan in vitro pada binatang, dan didapatkan hasil bahwa jamur Ganoderma lucidum dan spesies Ganoderma lainnya menunjukkan efek anti bakteri dan anti viral dengan spektrum luas.20
Hsu HY dkk dari Oriental Healing Arts Institute dalam bukunya “Oriental Materia Medica; a concise guide” mengemukakan bahwa jamur ini memiliki efek antibakteri pada bakteri Bacillus pneumonia, staphylococci dan Streptococcus sehingga dapat digunakan sebagai antidotum pada keracunan jamur.26
Keterbatasan pada penelitian ini adalah lamanya waktu penelitian, dimana subjek yang diteliti hanya diberi perlakuan sebanyak satu kali saja, hal ini disebabkan karena kurangnya sediaan dan mahalnya harga pasta gigi yang diteliti. Pada penelitian ini juga tidak diteliti mengenai kondisi oral hygiene dan pH dari subjek yang diteliti.
BAB VII
PENUTUP
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbedaan jumlah koloni bakteri golongan Streptococcus dalam saliva sebelum dan setelah menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung ekstrak jamur Ganoderma lucidum, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna jumlah koloni bakteri Streptococcus dalam saliva setelah menyikat gigi dengan pasta gigi yang mengandung ekstrak jamur Ganoderma lucidum.

7.2. Saran
Penelitian ini memerlukan penelitian lebih lanjut dengan suatu kelompok kontrol untuk membandingkan efektifitasnya dengan pasta gigi yang lebih sering digunakan oleh masyarakat, dengan waktu penelitian dan perlakuan yang lebih lama. Pada penelitian berikutnya juga diharapkan dapat melihat keadaan oral hygiene dan pH dari subjek yang diteliti.
Dengan melihat hasil penelitian ini, maka diharapkan masyarakat dapat memilih pasta gigi yang tepat. Para peneliti juga dapat mengembangkan produk yang bermanfaat dalam bidang kedokteran gigi lainnya dari bahan dasar jamur Ganoderma ini dengan harga yang lebih murah, sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat luas.
DAFTAR PUSTAKA


1. Kodrat SM, Agung A. Pengaruh pasta gigi Enzim terhadap penyakit rongga mulut dan kuman Streptococcus mutans. Dentofasial. J. ked. Gigi. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. 2003;1: 280-6.

2. Pratiwi R. Perbedaan daya hambat terhadap Streptococcus mutans dari beberapa pasta gigi yang mengandung herbal. Maj. Ked. Gigi. Dental Journal. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. 2005;38(2): 64-7.

3. Kidd EAM, Bechal AJ. Dasar-dasar karies penyakit dan penanggulangannya. Alih bahasa: Sumawinata N, Faruk S. Jakarta: EGC; 1992. pp.153-5.

4. Raharjo MB. Perbedaan daya antibakteri beberapa pasta gigi terhadap Streptococcus mutans. Maj. Kes. Gigi Indonesia. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. 1995;1(06):11.

5. Dental Caries. Wikipdia, the free encyclopedia. Available at: http://upload_wikimedia_org-wikipedia-commons-thumb-4-4d-Streptococcus_mutans_Gram_jpg-200px-Streptococcus_mutans_Gram_jpg_files. Accessed September 23, 2007.


6. Nugraha, AW. Streptococcu mutans, si plak dimana-mana. Available at: http://Streptococcus-mutans_31.pdf. Accessed April 22, 2008.

7. Brook, GF. Batel, JS. Morse, SA. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika; 2001. pp.328-9.

8. Cendawan merah Ganoderma lucidum. Available at: http://sureco.forumwise.com/sureco-post-4.html#4. Accessed: May, 4. 2008.

9. Ganoderma. Available at: http://www.energenenaturals.com/research.php. Accessed: april, 22. 2008.

10. About Ganoderma lucidum. Available at: http://www.reishirescue.com/index.cfm?fuseaction=Articlelist&SectionID=1. Accessed: April, 12. 2008.

11. Lucy. I love mushrooms. Availabe at: http://lorantifholia.blogspot.com/i-love-mushroom.html. Accessed June 13, 2007.

12. Roberts L. Australian Ganoderma: identification, growth & antibacterial properties. Available at: http://de.scientificcommons.org/lyndalroberts%40gmail.com. Accessed: May, 14. 2008.

13. Ganoderma lucidum. Available at: http://www.ganoderma.online.com/ganoderma-articles.html. Accessed: Jun, 13. 2007

14. Apa itu Ganoderma? Available at: http://bp3_blogger_com-_R7ZhZJ1Vnv4-Rnn7ftjSRwI-AAAAAAAAAL0-Yts-8CltZBc-s320-ReishiMushroom-thumb_gif.mht. Accessed: May, 4. 2008.

15. Yihuai G, Shuifeng Z, Min H, Anlong X. Antibacterial and antiviral value of the genus Ganoderma P. Karst species (Aphyllophoromycetideae): a review. Inter.J. Medic.Mush. 2004: vol: 5; No.10; p. 13-20.

16. The use of Ganoderma lucidum in the management of histamine-mediated allergic responses. Available at: http://www.findarticle.com/p/articles/mi_m0ISW/is_274. Accessed: May, 26. 2008.

17. Robles-Hernández L, González-Franco AC, and Chun WWC. Growth Conditions and Biological Activities of Ganoderma lucidum and Laetiporus sulphureus. Available at:http://www.univ.autonoma- Chiahuahua/Idaho/growth_ganoderma.mhtml. Accessed: May, 26. 2008.

18. Ron Teeguarden - Ultimate Source of Chinese Tonic Herbs. Available at: http://www.yahwesakiveandwell.com/herbal-ingredients/more-information.html. Accessed: May, 26. 2008.

19. Jamur kayu. Available at: http://www.tanaman-obat-indonesia/jamur_kayu.html. Accessed: May, 1. 2008.

20. Minasari. Peranan saliva dalam rongga mulut. Maj. Ked.Gigi USU. 1999;4(2):33-8.

21. Gultom FP. Sifat bakteriostatik peroksidas di dalam liur. Jurnal Kedokteran Gigi. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 1993: p; 11-3.

22. Tarigan R. Karies gigi. Jakarta: Hipokrates; 1990. p. 22-3.

23. Mengatasi bau mulut. Available at: http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2346.htm. Accessed October 16, 2007.


24. Ganoderma lucidum – a short summary of the 4th International Conference on Medicinal Mushroom. Available at: http://www.arspharmae.com/articles.php?lng=en&pg=104. Accessed April 22, 2008.


25. Sheena N, Ajith TA, Mathew A, Janardhanan K. Anibacterial activity of three macrofungi, Ganoderma lucidum, Navesporus floccose and Phelinus rimosus occurring in South India. Pharmaceutical biology. 2003: vol: 41; No.8; p.564-7.

26. Ganoderma lucidum – Reishi. About wildrose college. Available at: http://www.wrc.net/wrcnet_content/herbalresources/materiamedica/reishi.html. Accessed April 12, 2008.